Sabtu, 25 Februari 2012

petunjuk teknis pengawasan bibit sapi perah

Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

1
DEPARTEMEN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
NOMOR : 05/Kpts/PD.420/F/01.07

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN MUTU BIBIT SAPI PERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN

Menimbang   :     a.  bahwa  bibit  sapi  perah  merupakan  salah  satu  sarana
produksi  budidaya  ternak  yang  strategis  dan  sangat
berpengaruh  dalam  meningkatkan  produksi  dan
produktivitas  ternak, sehingga perlu diusahakan agar bibit
sapi  perah  yang  diproduksi  dan  diedarkan  tetap  terjamin
mutunya sesuai standar dan persyaratan  teknis minimal.  
    b.  bahwa sehubungan dengan hal  tersebut diatas, agar bibit
sapi  perah  yang  diproduksi  dan  diedarkan  tetap  terjamin
mutunya  dan  dalam  rangka  memberikan  perlindungan
terhadap  konsumen  dari  bibit  sapi  perah    yang  tidak
memenuhi  standar  atau  persyaratan  teknis  minimal,
dipandang  perlu  menetapkan  Petunjuk  Teknis
Pengawasan  Mutu  Bibit  Sapi  Perah    dengan  Peraturan
Direktur Jenderal Peternakan. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

2
 
Mengingat   :   1.   Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan  Pokok  Peternakan  dan  Kesehatan  Hewan
(Lembaran  Negara  Tahun  1967  Nomor  10;  Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824); 
2.  Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Peme-
rintahan Daerah    (Lembaran Negara  Tahun  2004 Nomor
125, Tambahan  Lembaran Negara Nomor 4437);
3.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  15  Tahun  1977  tentang
Penolakan;   Pencegahan; Pemberantasan dan Pengobat-
an  Penyakit  Hewan    (Lembaran  Negara  Tahun  1977
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara  Nomor 3101);
4.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  16  Tahun  1977  tentang
Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102 ); 
5.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  25  Tahun  2000  Tentang
Kewenangan  Pemerintah  dan  Kewenangan  Provinsi
Sebagai Daerah Otonom  (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952 );
6.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  102  Tahun  2000  tentang
Standarisasi  Nasional  (Lembaran  Negara  Tahun  2000
Nomor 299, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);
7.  Peraturan  Presiden  Nomor  9  Tahun  2005  Tentang
Kedudukan Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja  Kementerian Negara RI  sebagaimana  telah  diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
8.  Peraturan  Presiden  Nomor  10  Tahun  2005  tentang  Unit
Organisasi  dan  Tugas  Eselon  I  Kementerian  Negara  RI Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

3
sebagaimana  telah  diubah  dengan  Peraturan  Presiden
Nomor 80 Tahun 2005;
9.  Keputusan Presiden Nomor  89/M Tahun 2005;  
10.  Keputusan  Menteri  Pertanian  Nomor  170/Kpts/OT.210/3/
2002 tentang Pelaksanaan Standarisasi Nasional dibidang
Pertanian;
11.  Keputusan  Menteri  Pertanian  Nomor  404/Kpts/OT.210/6/
2002  tentang Pedoman Perizinan dan Pendaftaran Usaha
Peternakan;
12.  Keputusan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.210/07/
2005  tentang  Organisasi  dan  Tata  Kerja  Departemen
Pertanian;
13.  Keputusan  Menteri  Pertanian  Nomor  341/Kpts/OT.210/9/
2005  tentang  Kelengkapan  Organisasi  dan  Tata  Kerja
Departemen Pertanian;
14.  Peraturan  Menteri  Pertanian  Nomor  36/Permentan/OT.
140/ 8/2006 tentang Sistem Perbibitan Ternak Nasional;
M E M U T U S K A N
Menetapkan
KESATU       :   Memberlakukan Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi
Perah sebagaimana tercantum pada lampiran  Peraturan ini.
KEDUA     :     Petunjuk  Teknis  Pengawasan  Mutu  Bibit  Sapi  Perah
sebagaimana  di  maksud  pada  diktum  KESATU  merupakan
acuan bagi perusahaan pembibit dan peternak budidaya dalam
melakukan  kegiatan  pembibitan  dan  bagi  petugas  pengawas
mutu    serta  pihak  yang  terkait  dalam  melakukan  kegiatan
pengawasan mutu  bibit sapi perah. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

4
KETIGA       :      Peraturan  ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

                      Di tetapkan di Jakarta
                      pada tanggal  4 Januari 2007

DIREKTUR JENDERAL,


MATHUR RIADY
NIP 010 110 372
Salinan Peraturan ini disampaikan  kepada Yth :
1.  Menteri Pertanian;
2.  Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian;
3.  Gubernur Provinsi di Seluruh Indonesia;
4.  Bupati/Walikota  di Seluruh Indonesia;
5.  Kepada  Dinas  yang  membidangi  fungsi    Peternakan    Provinsi  di  Seluruh
Indonesia;
6.  Kepala Dinas yang membidangi  fungsi Peternakan Kabupaten/Kota Seluruh
Indonesia.




 Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

5
LAMPIRAN  :  PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
NOMOR   :   05/Kpts/PD.420/F/01.07
TANGGAL  :  4 Januari 2007

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT SAPI PERAH

I.  PENDAHULUAN
  1.  Latar Belakang. 
Pembangunan  peternakan  merupakan  bagian  integral  dari
pembangunan  pertanian  yang  mengemban  misi  untuk  penyediaan
pangan asal ternak yang bergizi dan berdaya saing tinggi, meningkatkan
pendapatan petani serta menciptakan lapangan kerja dibidang agribisnis
peternakan  dengan  memanfaatkan  sumber  daya  peternakan  secara
optimal.
Bibit ternak sapi perah merupakan salah satu sarana produksi budidaya
ternak  yang  penting  dan  strategis  untuk  meningkatkan    usaha
peternakan baik kualitas maupun kuantitas dan sesuai dengan visi dari
Direktorat  Perbibitan  yakni  :      1) menyediakan  baik  kualitasnnya  dan
cukup kuantitasnya;   2) mengurangi     ketergantungan  impor bibit   dan;
3) melestarikan serta mengoptimalkan pemanfaatkan bibit  ternak  lokal.
Maka pengembangan  industri   benih/bibit  ternak diarahkan agar dapat
memenuhi  standar  yang  telah  ditetapkan,  serta  dapat  memenuhi 
kebutuhan  permintaan dalam  dan luar negeri.
Fokus  usaha  pembibitan  sapi  perah  adalah  peningkatan  produktifitas
dan perbanyakan bibit,  yang pencapaiannya dilakukan melalui  seleksi,
pengujian, penerapan teknologi biologi reproduksi dan biologi molekuler,
impor bibit serta pembinaan kelembagaan perbibitan. 
Untuk  mendukung  keberhasilan  upaya  pengembangan  bibit  yang
memenuhi  standar,  diperlukan  pengawasan mutu  bibit  secara  intensif
dan berkelanjutan  Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

6
Agar pengawasan mutu bibit dapat berlangsung dengan baik dan benar
diperlukan petunjuk teknis pengawasan mutu bibit sapi perah.
2.   Maksud dan Tujuan.
a.    Maksud 
Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah : 
Sebagai  acuan  bagi  petugas  pemerintah,  produsen/pembibit,
pedagang  dan  konsumen  dalam  mengawasi,  menghasilkan,
mengedarkan  dan  memperoleh  bibit  sapi  perah  yang  sesuai
standar.
b.  Tujuan 
Tujuan  ditetapkannya  petunjuk  teknis  ini  adalah  agar  bibit  sapi
perah yang dihasilkan, diedarkan dan digunakan sesuai standar.
3.  Ruang Lingkup.
a.  Lokasi  dan obyek pengawasan. 
b.  Petugas pengawas mutu bibit sapi perah.
c.  Tata cara pengawasan. 
d.  Pelaporan
e.  Tindak lanjut hasil pengawasan
4.   Pengertian.  
Dalam petunjuk teknis ini yang dimaksud dengan  : 
a.  Bibit  ternak adalah semua hasil pemuliaan  ternak yang memenuhi
persyaratan tertentu untuk dikembangbiakan;
b.  Bibit  sapi  perah  adalah  semua  sapi  perah  hasil  pemuliaan  sapi
perah  yang  memenuhi  persyaratan  tertentu  untuk  dikembang-
biakan;  Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

7
c.  Pemuliaan  ternak  adalah  rangkaian  kegiatan  untuk  mengubah
komposisi genetik pada  sekelompok  ternak dari  satu  rumpun atau
galur guna mencapai tujuan tertentu;
d.  Bibit Induk adalah bibit dengan spesifikasi tertentu yang mempunyai
silsilah  dua  generasi  ke  atas  dan  digunakan  untuk menghasilkan
bibit sebar;
e.  Pembibitan  adalah  kegiatan  budidaya  menghasilkan  bibit  ternak
untuk keperluan sendiri atau untuk diperjual belikan;
f.  Silsilah adalah catatan mengenai asal –usul keturunan ternak yang
meliputi nama, nomor dan performa dari ternak dan tetuanya;
g.  Teknologi  biologi molekuler  adalah  teknologi  yang memanfaatkan
Molekul Deoxyribonucleic Acid  (DNA) untuk menghasilkan  individu
yang membawa sifat-sifat tertentu;
h.  Standarisasi  benih  dan  atau  bibit  adalah  proses  spesifikasi  teknis
benih  dan  atau  bibit  yang  dibakukan,  disusun  berdasarkan
konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat
mutu  genetic,  syarat-syarat  kesehatan  hewan  dan  masyarakat
veteriner,  perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi,  serta
pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang
untuk memberi kepastian manfaat yang akan diperoleh;
i.  Sertifikasi  benih  dan  atau  bibit  adalah  proses  penerbitan  sertifikat
benih  dan  atau  bibit  setelah melalui  pemeriksaan,  pengujian  dan
pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan;
j.  Mutu bibit sapi perah adalah kesesuaian bibit sapi perah  terhadap
Standar  Nasional  Indonesia  (SNI)  dan  atau  persyaratan  teknis
minimal (PTM) yang telah ditetapkan;   
k.  Pengawasan mutu bibit sapi perah adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mengawasi mutu  bibit  sapi  perah  dengan  tujuan  agar  bibit
sapi  perah  yang  diproduksi  dan  diedarkan  sesuai  dengan  standar
atau persyaratan teknis minimal yang ditetapkan; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

8
l.  Peredaran bibit sapi perah adalah lalu lintas kegiatan yang meliputi
pengangkutan  dan  penyerahan  bibit  sapi  perah  untuk  diperjual
belikan atau dipergunakan sendiri;
m.  Pejabat  fungsional  pengawas  bibit  ternak  adalah  pegawai  negari
sipil  yang  memenuhi  syarat  untuk  melaksanakan  tugas
pengawasan  bibit  dan  atau  benih  ternak  sesuai  peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

II.  LOKASI DAN OBYEK PENGAWASAN
1.   Lokasi Pengawasan
Pengawasan  mutu  bibit  sapi  perah  dilakukan  di  lokasi  produsen  dan
konsumen.
Lokasi  pengawasan  meliputi  pembibit  pemerintah  (UPT),  pembibit
berbadan  hukum,  LSM  dan  peternak  pembibit  baik  sebagai  produsen
maupun konsumen.
2.   Obyek Pengawasan. 
Obyek pengawasan meliputi : 
a.  Bibit sapi perah  (betina dan jantan) lokal dan impor;
b.  Klasifikasi bibit  sapi perah  yakni  : bibit dasar, bibit  induk dan bibit
sebar.
c.  Mutu bibit sapi perah yang meliputi performans bibit, catatan ternak
dan sistim pengujian bibit;
d.  Manajemen  pemeliharaan  meliputi  pencatatan,  perkawinan,
pemberian  dan  penyediaan  pakan,  penyediaan  air  bersih,
pemerahan, perkandangan, peralatan dan kesehatan;
e.  Penyakit terutama penyakit menular;
f.  Lingkungan  pembibitan  meliputi  pengelolaan  limbah,    kebersihan
kandang dan biosecurity.
 Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

9
III.  PETUGAS PENGAWAS MUTU BIBIT SAPI PERAH
1.   Persyaratan Pengawas. 
Untuk  dapat  ditunjuk  sebagai  pengawas mutu  bibit  sapi  perah,  harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.  Menduduki  jabatan  fungsional  pengawas  bibit  ternak  di  Provinsi
atau Kabupaten/Kota,   
b.  Apabila  belum  ada  pejabat  fungsional  pengawas  bibit  ternak  di
Provinsi atau Kabupaten/Kota maka Kepala Dinas Peternakan atau
Kepala  Dinas  Teknis  yang  membidangi  fungsi  Peternakan  di
Provinsi  atau  Kabupaten/Kota  maka  dapat  menunjuk  petugas
pengawas mutu bibit/benih.
c.  Telah  mengikuti  pelatihan  pengawas  mutu  bibit  sapi  perah  dan
bersertifikat  yang  diselenggarakan  oleh  instansi/lembaga  yang
berkompeten dinyatakan lulus dan bersertifikat.
2.   Pelatihan Tenaga Pengawas Mutu Bibit Sapi Perah. 
a.  Pelatihan petugas pengawas mutu bibit  sapi perah dilakukan oleh
Dinas  Peternakan  atau  Dinas  Teknis  yang  membidangi  fungsi
Peternakan di Provinsi. 
b.  Penyelenggaraan  pelatihan  pengawas  mutu  bibit  sapi  perah
tersebut  berdasarkan  pedoman  yang  ditetapkan  oleh  Direktur
Jenderal  Peternakan  bersama  Kepala  Badan  Pengembangan
Sumberdaya Manusia (SDM).
3.   Tugas dan Wewenang Petugas Pengawas Mutu Bibit Sapi Perah. 
a.   Tugas. 
Pengawas mutu bibit sapi perah mempunyai tugas :
(1)  Melakukan  pemeriksaan  terhadap  dipenuhinya  ketentuan
standar mutu atau persyaratan teknis minimal bibit sapi perah. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

10
(2)  Melakukan  pemeriksaan  mutu  bibit  sapi  perah  di  lokasi
pembibit secara berkala minimal 6 (enam) bulan sekali dalam 1
(satu) tahun.
(3)  Untuk  bibit  sapi  perah  impor  pengawasan  dilakukan  1  (satu)
kali di Negara asalnya dan minimal 3 (tiga) kali di dalam negeri
yakni saat kedatangan, lepas karantina dan saat pemeliharaan;
b.   Wewenang 
Dalam  melaksanakan  tugasnya  pengawas  mutu  bibit  sapi  perah
mempunyai wewenang 
(1)  Memasuki lokasi usaha pembibitan sapi perah;
(2)  Memeriksa sistim dan prosedur pemuliaan yang diterapkan;
(3)  Melaporkan hasil pengawasan dengan membuat Berita Acara
Pengawasan,  dan  memberikan  rekomendasi  kepada  pejabat
yang berwenang. 
4.  Pengangkatan dan Pemberhentian
Pejabat  yang  berwenang  dalam  pengangkatan  dan  pemberhentian
petugas pengawas mutu bibit sapi perah adalah : 
a.   Ditingkat  Provinsi  adalah  Kepala  Dinas  Peternakan  atau  Dinas
Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di Provinsi atau pejabat
yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku :
b.  Ditingkat  Kabupaten/Kota  adalah  Kepala  Dinas  Peternakan  atau
Dinas  Teknis  yang  membidangi  fungsi  Peternakan  di
Kabupaten/Kota  atau  pejabat  yang  ditunjuk  sesuai  dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.  Pengawas mutu bibit sapi perah dapat diberhentikan apabila:
      (1)  Mutasi/perpindahan tugas;
(2)  Berafiliasi dengan pembibit ; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

11
(3)  Tidak  melakukan  tugas  dan  wewenang  sesuai  dengan
ketentuan yang telah ditetapkan;
(4)  Mengundurkan diri; dan
(5)  Meninggal dunia

IV.   TATACARA PENGAWASAN
1.   Rencana Kerja Pengawas. 
a.  Setiap  pengawas mutu  bibit  sapi  perah  wajib menyusun  rencana
kerja  tahunan  yang  dirinci  dalam  kegiatan  setengah  tahunan  dan
bulanan;
b.  Rencana  kerja  tahunan  sebagimana  diatas  sekurang-kurangnya 
memuat lokasi yang akan di kunjungi;
c.  Rencana kerja  tersebut diajukan kepada Kepala Dinas Peternakan
atau Kepala Dinas Teknis  yang membidangi  fungsi Peternakan  di
Provinsi atau di Kabupaten/Kota.
2.   Pelaksanaan Pengawasan.
a.  Petugas  pengawas  mutu  bibit  sapi  perah  dilengkapi  surat  tugas
yang dikeluarkan instansi berwenang;
b.  Petugas pengawas mutu bibit sapi perah diwajibkan menggunakan
tanda pengenal.
c.  Petugas  pengawas  mutu  bibit  sapi  perah  diwajibkan  membuat
pelaporan pelaksanaan pengawasan. 
d.  Pengawasan  terhadap  bibit  sapi  perah  mengacu  pada  pedoman
pembibitan  sapi  perah  yang  baik,  dengan  materi  pemeriksaan
antara lain  meliputi : 
(1)  Daerah  yang  bebas  penyakit  hewan menular  dan  bebas  dari
penyakit menular;
(2)  Tanduk di-dehorning;
(3)  Kelahiran jantan dan betina (free martin);
(4)  Kemampuan dan kualitas produksi susu tetuanya; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

12
(5)  Sifat-sifat yang diperhatikan :
a)   Sifat Kuantitatif. 
1)  Umur pubertas;
2)  Melahirkan teratur;
3)  Berat lahir;
4)  Berat sapih;
5)  Berat dewasa;
6)  Laju pertumbuhan setelah disapih;
7)  Berat dewasa; 
8)  Tinggi pundak;
9)  Lingkar dada; 
10)  Lingkar Scrotum.
b)   Sifat Kualitatif.
1)  Bentuk tubuh;
2)  Ketiadaan cacat;
3)  Normalitas ambing dan alat reproduksi;
4)  Tidak ada kesulitan melahirkan; 
5)  Libido jantan; 
6)  Tabiat; 
7)  Warna bulu;
8)  Kekuatan (vigor).
(6)   Pencatatan ( Rekording)
Materi pencatatan meliputi :
a)  Bangsa, identitas ternak dan sketsa/foto ternak;
b)  Identitas, alamat, kelompok dan organisasi peternak;
c)  Silsilah:  bangsa,  identitas,  tetua  dan  produktifitas  dan
abnormalitas tetua;
d)  Kelahiran (tanggal, berat lahir, sex, tipe kelahiran, calving-
ease);  Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

13
e)  Penyapihan (tanggal, berat sapih);
f)  Perkawinan  (berat  kawin,  tanggal  kawin,  pejantan,
IB/TE/Alam);
g)  Pelaksanaan  perkawinan  ditujukan  untuk  meminimalkan
inbreeding;
h)  Beranak dan beranak kembali;
i)  Pakan;
j)  Produksi;
k)  Penyakit (vaksinasi, pengobatan);
l)  Mutasi dan pengafkiran.
e.   Pengawasan  terhadap  pelaksanaan  uji  performan  dan  uji  zuriat
yang dilakukan pada keturunan yang  lolos diseleksi sebagai calon
bibit, mengacu pada prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan.
f.   Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerahan yaitu dilakukannya 
pengujian-pengujian  antara  lain  :  uji mastitis,  total  solit,  dan  total
plate count.
g.   Lingkungan pembibitan yaitu : 
Dilaksanakannya  cara-cara  pencegahan  dan  penanggulangan
pencemaran lingkungan sebagaimana diatur dalam : 
(1)  Undang-Undang  No.23  tahun  1997  tentang  Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup;
(2)  Peraturan  Pemerintah  No.27  tahun  1999  tentang  Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan;
(3)  Peraturan  Pelaksanaan  Analisis  Mengenai  Dampak
Lingkungan (AMDAL);


 Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

14

V.   PELAPORAN DAN TINDAK LANJUT
1.   Pelaporan. 
Pengawas mutu  bibit  sapi  perah  wajib membuat  laporan  berdasarkan
berita acara hasil pengawasannya secara berkala setiap 6 (enam) bulan
sekali kepada ;
a.  Kepala  Dinas  Peternakan  atau  Kepala  Dinas  Teknis  yang
membidangi  fungsi  Peternakan  di  Provinsi  apabila  kedudukan
satuan administrasi pangkalnya di Provinsi;
b.  Kepala  Dinas  Peternakan  atau  Kepala  Dinas  Teknis    yang
membidangi  fungsi  Peternakan  di  Kabupaten/Kota  apabila
kedudukan satuan administrasi pangkalnya di Kabupaten/Kota;
c.  Kepala  Dinas  Peternakan  atau  Kepala  Dinas  Teknis  yang
membidangi  fungsi  Peternakan  di  Provinsi  atau  Kabupaten/Kota
mengirimkan  laporan  pelaksanaan  pengawasan  mutu  bibit  sapi
perah  kepada  Gubernur  atau  Bupati/Walikota  dengan  tembusan
disampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan.
2.  Tindak Lanjut Hasil Pengawasan
a.  Berdasarkan  berita  acara  yang  disampaikan  oleh  petugas
pengawas bibit tersebut diatas maka Kepala Dinas Peternakan atau
Kepala  Dinas  Teknis  yang  membidangi  fungsi  Peternakan    di
Provinsi atau Kabupaten/Kota, selanjutnya membuat penilaian dan
penelaahan  terhadap  kepatuhan  dalam  melaksanakan  standar
mutu atau persyaratan teknis minimal;
b.  Pengusaha pembibitan atau peternak yang mematuhi standar atau
persyaratan  teknis  minimal  yang  telah  ditetapkan  dan  berhasil
dapat  diberikan apresiasi dengan memberikan sertifikat; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

15
c.  Berdasarkan  hasil  penilaian  untuk  pengusaha  pembibitan  yang
memiliki  badan  hukum  dan  ditemukan  pelanggaran maka  Kepala
Dinas  Peternakan  atau  Kepala  Dinas  Teknis  yang  membidangi
fungsi  Peternakan  di  Provinsi  atau  Kabupaten/Kota  dapat
mengambil langkah tindak lanjut berupa : 
(1)  Memberikan  teguran  pertama  kepada  pembibit  untuk  segera
melaksanakan perbaikan mutu bibit sapi perah yang dihasilkan
sesuai  standar    atau  persyaratan  teknis  minimal  yang  telah
ditetapkan;
(2)  Apabila  dalam  3  tahun  yang  bersangkutan  juga  tidak
melakukan  perbaikan  mutu  bibit  yang  diproduksinya  maka,
selanjutnya diberikan teguran kedua yang memuat peringatan;
(3)  Apabila  perusahaan  tersebut    tidak  mengindahkan  teguran
kedua  tersebut  maka  Kepala  Dinas  Peternakan  atau  Kepala
Dinas Teknis yang membidangi fungsi   Peternakan di Provinsi
atau  Kabupaten/Kota  setelah  meneliti  dan  menelaah  dapat
menyampaikan  nota  hasil  pemeriksaan mutu  bibit  sapi  perah.
Dan  selanjutnya  mengusulkan  kepada  pejabat  yang
berwenang  untuk  memberikan  izin  untuk  dapat  mengambil
keputusan berupa:
a)  Bibit  sapi  perah  yang  mutunya  di  bawah  standar  tidak
boleh  diedarkan  atau  diperjual  belikan  sebagai  bibit  sapi
perah;
b)  Pencabutan sementara izin usaha perusahaan pembibitan
sapi perah;
c)  Pencabutan izin usaha;
d.   Nota hasil pemeriksaan sebagaimana butir (3) di atas dikoordinasi-
kan dengan pejabat yang berwenang. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

16
e.   Dinas  Peternakan  atau  Dinas  Teknis  yang  membidangi  fungsi
Peternakan  di  Provinsi  menyampaikan  nota  hasil  pemeriksaan
kepada Direktur Jenderal Peternakan cq. Direktur Perbibitan. 

I.  PENUTUP
  Petunjuk  teknis  ini  bersifat  dinamis  dan  akan  disesuaikan  kembali  apabila
terjadi  perubahan  sesuai  dengan  perkembangan  IPTEK  dan  kebutuhan
masyarakat.

DIREKTUR JENDERAL,


MATHUR RIADY
NIP 010110 372

Tidak ada komentar:

Posting Komentar