Tampilkan postingan dengan label sapi perah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sapi perah. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 25 Februari 2012

Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong

Setiap tahun, negeri ini membutuhkan tambahan pasokan daging impor yang berasal dari 450.000 ekor sapi. Kebutuhan ini dianggap sebagai peluang besar oleh para importir. Sayangnya, tidak semua importir mengindahkan etika dalam mengelola bisnisnya. Sebagian daging diimpor secara ilegal dari negara-negara yang tidak bebas penyakit menular. Hal ini tentu sangat membahayakan peternakan sapi potong lokal. Lantas, mengapa kebutuhan daging sapi yang begitu besar tidak dianggap sebagai peluang untuk membuka usaha penggemukan sapi potong sendiri? Selama ini, kebanyakan penggemukan sapi potong di Indonesia memang masih dilakukan secara tradisional dan tidak berorientasi komersial. Padahal, jika dikelola dengan baik, usaha ini juga bisa mendatangkan laba yang tidak sedikit.  Melalui buku ini, Anda bisa belajar memulai dan mengelola usaha pengemukan sapi potong. Mulai dari cara memilih lokasi yang tepat, membuat kandang, kiat memilih bakalan, cara cepat menggemukkan, dan cara mengatasi penyakit pada sapi potong. Dilengkapi pula dengan contoh analisis usaha yang sederhana.


TIPS MEMBELI BIBIT SAPI PERAH

Jika anda berencana memulai usaha ternak sapi perah, beberapa langkah persiapan harus sudah anda pikirkan. Salah satu langkah yang harus anda lakukan adalah membeli bibit sapi.
Berikut beberapa tips memebeli bibit sapi perah, yang mungkin bisa anda jadikan pedoman.
1. Tentukan jenis bakalan yang akan anda beli. Anda harus tentukan terlebih dahulu apakah bibit sapi yang akan dibeli itu berupa pedet lepas sapih, sapi dara, induk bunting, atau induk laktasi.Tentunya hal ini terkait dengan modal yang tersedia dan target usaha ternak yang anda tentukan.
2. Jangan terburu-buru. Ketika anda membeli atau memilih bakalan/bibit sapi perah, jangan terburu-buru, telitilah sebelum transaksi dilakukan.

3. Sebaiknya membeli di sentra-sentra sapi perah seperti Lembang, Pangalengan (jawa barat) dan boyolali (jawa tengah). Dengan demikian anda bisa leluasa memilih, karena populasinya cukup banyak.
4. Perhatikan ciri fisik sapi yang akan dibeli (genetik nya),misalnya segi tiga berwarna putih pada dahinya, bentuk badan seperti baji/kapak,produksi susu tetuanya cukup tinggi.
5. Jika anda masih pemula dan modal yang relatif terbatas, disarankan anda membeli induk yang sedang laktasi. Dengan tujuan menekan biaya operasional serta anda dapat langsung mendapatkan penghasilan.
Sebagai gambaran, berikut saya sertakan harga sapi perah yang saya kutip dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat :
- Sapi perah dewasa bunting 3 bulan Rp 8 – 9 juta/ ekor.
- Sapi perah dewasa siap peras Rp 12 – 15 juta/ ekor.
Semoga Tip di atas bermanfaat.

petunjuk teknis pengawasan bibit sapi perah

Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

1
DEPARTEMEN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
NOMOR : 05/Kpts/PD.420/F/01.07

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN MUTU BIBIT SAPI PERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN

Menimbang   :     a.  bahwa  bibit  sapi  perah  merupakan  salah  satu  sarana
produksi  budidaya  ternak  yang  strategis  dan  sangat
berpengaruh  dalam  meningkatkan  produksi  dan
produktivitas  ternak, sehingga perlu diusahakan agar bibit
sapi  perah  yang  diproduksi  dan  diedarkan  tetap  terjamin
mutunya sesuai standar dan persyaratan  teknis minimal.  
    b.  bahwa sehubungan dengan hal  tersebut diatas, agar bibit
sapi  perah  yang  diproduksi  dan  diedarkan  tetap  terjamin
mutunya  dan  dalam  rangka  memberikan  perlindungan
terhadap  konsumen  dari  bibit  sapi  perah    yang  tidak
memenuhi  standar  atau  persyaratan  teknis  minimal,
dipandang  perlu  menetapkan  Petunjuk  Teknis
Pengawasan  Mutu  Bibit  Sapi  Perah    dengan  Peraturan
Direktur Jenderal Peternakan. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

2
 
Mengingat   :   1.   Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan  Pokok  Peternakan  dan  Kesehatan  Hewan
(Lembaran  Negara  Tahun  1967  Nomor  10;  Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824); 
2.  Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Peme-
rintahan Daerah    (Lembaran Negara  Tahun  2004 Nomor
125, Tambahan  Lembaran Negara Nomor 4437);
3.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  15  Tahun  1977  tentang
Penolakan;   Pencegahan; Pemberantasan dan Pengobat-
an  Penyakit  Hewan    (Lembaran  Negara  Tahun  1977
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara  Nomor 3101);
4.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  16  Tahun  1977  tentang
Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102 ); 
5.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  25  Tahun  2000  Tentang
Kewenangan  Pemerintah  dan  Kewenangan  Provinsi
Sebagai Daerah Otonom  (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952 );
6.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  102  Tahun  2000  tentang
Standarisasi  Nasional  (Lembaran  Negara  Tahun  2000
Nomor 299, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);
7.  Peraturan  Presiden  Nomor  9  Tahun  2005  Tentang
Kedudukan Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja  Kementerian Negara RI  sebagaimana  telah  diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
8.  Peraturan  Presiden  Nomor  10  Tahun  2005  tentang  Unit
Organisasi  dan  Tugas  Eselon  I  Kementerian  Negara  RI Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

3
sebagaimana  telah  diubah  dengan  Peraturan  Presiden
Nomor 80 Tahun 2005;
9.  Keputusan Presiden Nomor  89/M Tahun 2005;  
10.  Keputusan  Menteri  Pertanian  Nomor  170/Kpts/OT.210/3/
2002 tentang Pelaksanaan Standarisasi Nasional dibidang
Pertanian;
11.  Keputusan  Menteri  Pertanian  Nomor  404/Kpts/OT.210/6/
2002  tentang Pedoman Perizinan dan Pendaftaran Usaha
Peternakan;
12.  Keputusan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.210/07/
2005  tentang  Organisasi  dan  Tata  Kerja  Departemen
Pertanian;
13.  Keputusan  Menteri  Pertanian  Nomor  341/Kpts/OT.210/9/
2005  tentang  Kelengkapan  Organisasi  dan  Tata  Kerja
Departemen Pertanian;
14.  Peraturan  Menteri  Pertanian  Nomor  36/Permentan/OT.
140/ 8/2006 tentang Sistem Perbibitan Ternak Nasional;
M E M U T U S K A N
Menetapkan
KESATU       :   Memberlakukan Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi
Perah sebagaimana tercantum pada lampiran  Peraturan ini.
KEDUA     :     Petunjuk  Teknis  Pengawasan  Mutu  Bibit  Sapi  Perah
sebagaimana  di  maksud  pada  diktum  KESATU  merupakan
acuan bagi perusahaan pembibit dan peternak budidaya dalam
melakukan  kegiatan  pembibitan  dan  bagi  petugas  pengawas
mutu    serta  pihak  yang  terkait  dalam  melakukan  kegiatan
pengawasan mutu  bibit sapi perah. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

4
KETIGA       :      Peraturan  ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

                      Di tetapkan di Jakarta
                      pada tanggal  4 Januari 2007

DIREKTUR JENDERAL,


MATHUR RIADY
NIP 010 110 372
Salinan Peraturan ini disampaikan  kepada Yth :
1.  Menteri Pertanian;
2.  Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian;
3.  Gubernur Provinsi di Seluruh Indonesia;
4.  Bupati/Walikota  di Seluruh Indonesia;
5.  Kepada  Dinas  yang  membidangi  fungsi    Peternakan    Provinsi  di  Seluruh
Indonesia;
6.  Kepala Dinas yang membidangi  fungsi Peternakan Kabupaten/Kota Seluruh
Indonesia.




 Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

5
LAMPIRAN  :  PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
NOMOR   :   05/Kpts/PD.420/F/01.07
TANGGAL  :  4 Januari 2007

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT SAPI PERAH

I.  PENDAHULUAN
  1.  Latar Belakang. 
Pembangunan  peternakan  merupakan  bagian  integral  dari
pembangunan  pertanian  yang  mengemban  misi  untuk  penyediaan
pangan asal ternak yang bergizi dan berdaya saing tinggi, meningkatkan
pendapatan petani serta menciptakan lapangan kerja dibidang agribisnis
peternakan  dengan  memanfaatkan  sumber  daya  peternakan  secara
optimal.
Bibit ternak sapi perah merupakan salah satu sarana produksi budidaya
ternak  yang  penting  dan  strategis  untuk  meningkatkan    usaha
peternakan baik kualitas maupun kuantitas dan sesuai dengan visi dari
Direktorat  Perbibitan  yakni  :      1) menyediakan  baik  kualitasnnya  dan
cukup kuantitasnya;   2) mengurangi     ketergantungan  impor bibit   dan;
3) melestarikan serta mengoptimalkan pemanfaatkan bibit  ternak  lokal.
Maka pengembangan  industri   benih/bibit  ternak diarahkan agar dapat
memenuhi  standar  yang  telah  ditetapkan,  serta  dapat  memenuhi 
kebutuhan  permintaan dalam  dan luar negeri.
Fokus  usaha  pembibitan  sapi  perah  adalah  peningkatan  produktifitas
dan perbanyakan bibit,  yang pencapaiannya dilakukan melalui  seleksi,
pengujian, penerapan teknologi biologi reproduksi dan biologi molekuler,
impor bibit serta pembinaan kelembagaan perbibitan. 
Untuk  mendukung  keberhasilan  upaya  pengembangan  bibit  yang
memenuhi  standar,  diperlukan  pengawasan mutu  bibit  secara  intensif
dan berkelanjutan  Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

6
Agar pengawasan mutu bibit dapat berlangsung dengan baik dan benar
diperlukan petunjuk teknis pengawasan mutu bibit sapi perah.
2.   Maksud dan Tujuan.
a.    Maksud 
Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah : 
Sebagai  acuan  bagi  petugas  pemerintah,  produsen/pembibit,
pedagang  dan  konsumen  dalam  mengawasi,  menghasilkan,
mengedarkan  dan  memperoleh  bibit  sapi  perah  yang  sesuai
standar.
b.  Tujuan 
Tujuan  ditetapkannya  petunjuk  teknis  ini  adalah  agar  bibit  sapi
perah yang dihasilkan, diedarkan dan digunakan sesuai standar.
3.  Ruang Lingkup.
a.  Lokasi  dan obyek pengawasan. 
b.  Petugas pengawas mutu bibit sapi perah.
c.  Tata cara pengawasan. 
d.  Pelaporan
e.  Tindak lanjut hasil pengawasan
4.   Pengertian.  
Dalam petunjuk teknis ini yang dimaksud dengan  : 
a.  Bibit  ternak adalah semua hasil pemuliaan  ternak yang memenuhi
persyaratan tertentu untuk dikembangbiakan;
b.  Bibit  sapi  perah  adalah  semua  sapi  perah  hasil  pemuliaan  sapi
perah  yang  memenuhi  persyaratan  tertentu  untuk  dikembang-
biakan;  Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

7
c.  Pemuliaan  ternak  adalah  rangkaian  kegiatan  untuk  mengubah
komposisi genetik pada  sekelompok  ternak dari  satu  rumpun atau
galur guna mencapai tujuan tertentu;
d.  Bibit Induk adalah bibit dengan spesifikasi tertentu yang mempunyai
silsilah  dua  generasi  ke  atas  dan  digunakan  untuk menghasilkan
bibit sebar;
e.  Pembibitan  adalah  kegiatan  budidaya  menghasilkan  bibit  ternak
untuk keperluan sendiri atau untuk diperjual belikan;
f.  Silsilah adalah catatan mengenai asal –usul keturunan ternak yang
meliputi nama, nomor dan performa dari ternak dan tetuanya;
g.  Teknologi  biologi molekuler  adalah  teknologi  yang memanfaatkan
Molekul Deoxyribonucleic Acid  (DNA) untuk menghasilkan  individu
yang membawa sifat-sifat tertentu;
h.  Standarisasi  benih  dan  atau  bibit  adalah  proses  spesifikasi  teknis
benih  dan  atau  bibit  yang  dibakukan,  disusun  berdasarkan
konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat
mutu  genetic,  syarat-syarat  kesehatan  hewan  dan  masyarakat
veteriner,  perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi,  serta
pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang
untuk memberi kepastian manfaat yang akan diperoleh;
i.  Sertifikasi  benih  dan  atau  bibit  adalah  proses  penerbitan  sertifikat
benih  dan  atau  bibit  setelah melalui  pemeriksaan,  pengujian  dan
pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan;
j.  Mutu bibit sapi perah adalah kesesuaian bibit sapi perah  terhadap
Standar  Nasional  Indonesia  (SNI)  dan  atau  persyaratan  teknis
minimal (PTM) yang telah ditetapkan;   
k.  Pengawasan mutu bibit sapi perah adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mengawasi mutu  bibit  sapi  perah  dengan  tujuan  agar  bibit
sapi  perah  yang  diproduksi  dan  diedarkan  sesuai  dengan  standar
atau persyaratan teknis minimal yang ditetapkan; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

8
l.  Peredaran bibit sapi perah adalah lalu lintas kegiatan yang meliputi
pengangkutan  dan  penyerahan  bibit  sapi  perah  untuk  diperjual
belikan atau dipergunakan sendiri;
m.  Pejabat  fungsional  pengawas  bibit  ternak  adalah  pegawai  negari
sipil  yang  memenuhi  syarat  untuk  melaksanakan  tugas
pengawasan  bibit  dan  atau  benih  ternak  sesuai  peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

II.  LOKASI DAN OBYEK PENGAWASAN
1.   Lokasi Pengawasan
Pengawasan  mutu  bibit  sapi  perah  dilakukan  di  lokasi  produsen  dan
konsumen.
Lokasi  pengawasan  meliputi  pembibit  pemerintah  (UPT),  pembibit
berbadan  hukum,  LSM  dan  peternak  pembibit  baik  sebagai  produsen
maupun konsumen.
2.   Obyek Pengawasan. 
Obyek pengawasan meliputi : 
a.  Bibit sapi perah  (betina dan jantan) lokal dan impor;
b.  Klasifikasi bibit  sapi perah  yakni  : bibit dasar, bibit  induk dan bibit
sebar.
c.  Mutu bibit sapi perah yang meliputi performans bibit, catatan ternak
dan sistim pengujian bibit;
d.  Manajemen  pemeliharaan  meliputi  pencatatan,  perkawinan,
pemberian  dan  penyediaan  pakan,  penyediaan  air  bersih,
pemerahan, perkandangan, peralatan dan kesehatan;
e.  Penyakit terutama penyakit menular;
f.  Lingkungan  pembibitan  meliputi  pengelolaan  limbah,    kebersihan
kandang dan biosecurity.
 Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

9
III.  PETUGAS PENGAWAS MUTU BIBIT SAPI PERAH
1.   Persyaratan Pengawas. 
Untuk  dapat  ditunjuk  sebagai  pengawas mutu  bibit  sapi  perah,  harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.  Menduduki  jabatan  fungsional  pengawas  bibit  ternak  di  Provinsi
atau Kabupaten/Kota,   
b.  Apabila  belum  ada  pejabat  fungsional  pengawas  bibit  ternak  di
Provinsi atau Kabupaten/Kota maka Kepala Dinas Peternakan atau
Kepala  Dinas  Teknis  yang  membidangi  fungsi  Peternakan  di
Provinsi  atau  Kabupaten/Kota  maka  dapat  menunjuk  petugas
pengawas mutu bibit/benih.
c.  Telah  mengikuti  pelatihan  pengawas  mutu  bibit  sapi  perah  dan
bersertifikat  yang  diselenggarakan  oleh  instansi/lembaga  yang
berkompeten dinyatakan lulus dan bersertifikat.
2.   Pelatihan Tenaga Pengawas Mutu Bibit Sapi Perah. 
a.  Pelatihan petugas pengawas mutu bibit  sapi perah dilakukan oleh
Dinas  Peternakan  atau  Dinas  Teknis  yang  membidangi  fungsi
Peternakan di Provinsi. 
b.  Penyelenggaraan  pelatihan  pengawas  mutu  bibit  sapi  perah
tersebut  berdasarkan  pedoman  yang  ditetapkan  oleh  Direktur
Jenderal  Peternakan  bersama  Kepala  Badan  Pengembangan
Sumberdaya Manusia (SDM).
3.   Tugas dan Wewenang Petugas Pengawas Mutu Bibit Sapi Perah. 
a.   Tugas. 
Pengawas mutu bibit sapi perah mempunyai tugas :
(1)  Melakukan  pemeriksaan  terhadap  dipenuhinya  ketentuan
standar mutu atau persyaratan teknis minimal bibit sapi perah. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

10
(2)  Melakukan  pemeriksaan  mutu  bibit  sapi  perah  di  lokasi
pembibit secara berkala minimal 6 (enam) bulan sekali dalam 1
(satu) tahun.
(3)  Untuk  bibit  sapi  perah  impor  pengawasan  dilakukan  1  (satu)
kali di Negara asalnya dan minimal 3 (tiga) kali di dalam negeri
yakni saat kedatangan, lepas karantina dan saat pemeliharaan;
b.   Wewenang 
Dalam  melaksanakan  tugasnya  pengawas  mutu  bibit  sapi  perah
mempunyai wewenang 
(1)  Memasuki lokasi usaha pembibitan sapi perah;
(2)  Memeriksa sistim dan prosedur pemuliaan yang diterapkan;
(3)  Melaporkan hasil pengawasan dengan membuat Berita Acara
Pengawasan,  dan  memberikan  rekomendasi  kepada  pejabat
yang berwenang. 
4.  Pengangkatan dan Pemberhentian
Pejabat  yang  berwenang  dalam  pengangkatan  dan  pemberhentian
petugas pengawas mutu bibit sapi perah adalah : 
a.   Ditingkat  Provinsi  adalah  Kepala  Dinas  Peternakan  atau  Dinas
Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di Provinsi atau pejabat
yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku :
b.  Ditingkat  Kabupaten/Kota  adalah  Kepala  Dinas  Peternakan  atau
Dinas  Teknis  yang  membidangi  fungsi  Peternakan  di
Kabupaten/Kota  atau  pejabat  yang  ditunjuk  sesuai  dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.  Pengawas mutu bibit sapi perah dapat diberhentikan apabila:
      (1)  Mutasi/perpindahan tugas;
(2)  Berafiliasi dengan pembibit ; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

11
(3)  Tidak  melakukan  tugas  dan  wewenang  sesuai  dengan
ketentuan yang telah ditetapkan;
(4)  Mengundurkan diri; dan
(5)  Meninggal dunia

IV.   TATACARA PENGAWASAN
1.   Rencana Kerja Pengawas. 
a.  Setiap  pengawas mutu  bibit  sapi  perah  wajib menyusun  rencana
kerja  tahunan  yang  dirinci  dalam  kegiatan  setengah  tahunan  dan
bulanan;
b.  Rencana  kerja  tahunan  sebagimana  diatas  sekurang-kurangnya 
memuat lokasi yang akan di kunjungi;
c.  Rencana kerja  tersebut diajukan kepada Kepala Dinas Peternakan
atau Kepala Dinas Teknis  yang membidangi  fungsi Peternakan  di
Provinsi atau di Kabupaten/Kota.
2.   Pelaksanaan Pengawasan.
a.  Petugas  pengawas  mutu  bibit  sapi  perah  dilengkapi  surat  tugas
yang dikeluarkan instansi berwenang;
b.  Petugas pengawas mutu bibit sapi perah diwajibkan menggunakan
tanda pengenal.
c.  Petugas  pengawas  mutu  bibit  sapi  perah  diwajibkan  membuat
pelaporan pelaksanaan pengawasan. 
d.  Pengawasan  terhadap  bibit  sapi  perah  mengacu  pada  pedoman
pembibitan  sapi  perah  yang  baik,  dengan  materi  pemeriksaan
antara lain  meliputi : 
(1)  Daerah  yang  bebas  penyakit  hewan menular  dan  bebas  dari
penyakit menular;
(2)  Tanduk di-dehorning;
(3)  Kelahiran jantan dan betina (free martin);
(4)  Kemampuan dan kualitas produksi susu tetuanya; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

12
(5)  Sifat-sifat yang diperhatikan :
a)   Sifat Kuantitatif. 
1)  Umur pubertas;
2)  Melahirkan teratur;
3)  Berat lahir;
4)  Berat sapih;
5)  Berat dewasa;
6)  Laju pertumbuhan setelah disapih;
7)  Berat dewasa; 
8)  Tinggi pundak;
9)  Lingkar dada; 
10)  Lingkar Scrotum.
b)   Sifat Kualitatif.
1)  Bentuk tubuh;
2)  Ketiadaan cacat;
3)  Normalitas ambing dan alat reproduksi;
4)  Tidak ada kesulitan melahirkan; 
5)  Libido jantan; 
6)  Tabiat; 
7)  Warna bulu;
8)  Kekuatan (vigor).
(6)   Pencatatan ( Rekording)
Materi pencatatan meliputi :
a)  Bangsa, identitas ternak dan sketsa/foto ternak;
b)  Identitas, alamat, kelompok dan organisasi peternak;
c)  Silsilah:  bangsa,  identitas,  tetua  dan  produktifitas  dan
abnormalitas tetua;
d)  Kelahiran (tanggal, berat lahir, sex, tipe kelahiran, calving-
ease);  Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

13
e)  Penyapihan (tanggal, berat sapih);
f)  Perkawinan  (berat  kawin,  tanggal  kawin,  pejantan,
IB/TE/Alam);
g)  Pelaksanaan  perkawinan  ditujukan  untuk  meminimalkan
inbreeding;
h)  Beranak dan beranak kembali;
i)  Pakan;
j)  Produksi;
k)  Penyakit (vaksinasi, pengobatan);
l)  Mutasi dan pengafkiran.
e.   Pengawasan  terhadap  pelaksanaan  uji  performan  dan  uji  zuriat
yang dilakukan pada keturunan yang  lolos diseleksi sebagai calon
bibit, mengacu pada prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan.
f.   Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerahan yaitu dilakukannya 
pengujian-pengujian  antara  lain  :  uji mastitis,  total  solit,  dan  total
plate count.
g.   Lingkungan pembibitan yaitu : 
Dilaksanakannya  cara-cara  pencegahan  dan  penanggulangan
pencemaran lingkungan sebagaimana diatur dalam : 
(1)  Undang-Undang  No.23  tahun  1997  tentang  Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup;
(2)  Peraturan  Pemerintah  No.27  tahun  1999  tentang  Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan;
(3)  Peraturan  Pelaksanaan  Analisis  Mengenai  Dampak
Lingkungan (AMDAL);


 Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

14

V.   PELAPORAN DAN TINDAK LANJUT
1.   Pelaporan. 
Pengawas mutu  bibit  sapi  perah  wajib membuat  laporan  berdasarkan
berita acara hasil pengawasannya secara berkala setiap 6 (enam) bulan
sekali kepada ;
a.  Kepala  Dinas  Peternakan  atau  Kepala  Dinas  Teknis  yang
membidangi  fungsi  Peternakan  di  Provinsi  apabila  kedudukan
satuan administrasi pangkalnya di Provinsi;
b.  Kepala  Dinas  Peternakan  atau  Kepala  Dinas  Teknis    yang
membidangi  fungsi  Peternakan  di  Kabupaten/Kota  apabila
kedudukan satuan administrasi pangkalnya di Kabupaten/Kota;
c.  Kepala  Dinas  Peternakan  atau  Kepala  Dinas  Teknis  yang
membidangi  fungsi  Peternakan  di  Provinsi  atau  Kabupaten/Kota
mengirimkan  laporan  pelaksanaan  pengawasan  mutu  bibit  sapi
perah  kepada  Gubernur  atau  Bupati/Walikota  dengan  tembusan
disampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan.
2.  Tindak Lanjut Hasil Pengawasan
a.  Berdasarkan  berita  acara  yang  disampaikan  oleh  petugas
pengawas bibit tersebut diatas maka Kepala Dinas Peternakan atau
Kepala  Dinas  Teknis  yang  membidangi  fungsi  Peternakan    di
Provinsi atau Kabupaten/Kota, selanjutnya membuat penilaian dan
penelaahan  terhadap  kepatuhan  dalam  melaksanakan  standar
mutu atau persyaratan teknis minimal;
b.  Pengusaha pembibitan atau peternak yang mematuhi standar atau
persyaratan  teknis  minimal  yang  telah  ditetapkan  dan  berhasil
dapat  diberikan apresiasi dengan memberikan sertifikat; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

15
c.  Berdasarkan  hasil  penilaian  untuk  pengusaha  pembibitan  yang
memiliki  badan  hukum  dan  ditemukan  pelanggaran maka  Kepala
Dinas  Peternakan  atau  Kepala  Dinas  Teknis  yang  membidangi
fungsi  Peternakan  di  Provinsi  atau  Kabupaten/Kota  dapat
mengambil langkah tindak lanjut berupa : 
(1)  Memberikan  teguran  pertama  kepada  pembibit  untuk  segera
melaksanakan perbaikan mutu bibit sapi perah yang dihasilkan
sesuai  standar    atau  persyaratan  teknis  minimal  yang  telah
ditetapkan;
(2)  Apabila  dalam  3  tahun  yang  bersangkutan  juga  tidak
melakukan  perbaikan  mutu  bibit  yang  diproduksinya  maka,
selanjutnya diberikan teguran kedua yang memuat peringatan;
(3)  Apabila  perusahaan  tersebut    tidak  mengindahkan  teguran
kedua  tersebut  maka  Kepala  Dinas  Peternakan  atau  Kepala
Dinas Teknis yang membidangi fungsi   Peternakan di Provinsi
atau  Kabupaten/Kota  setelah  meneliti  dan  menelaah  dapat
menyampaikan  nota  hasil  pemeriksaan mutu  bibit  sapi  perah.
Dan  selanjutnya  mengusulkan  kepada  pejabat  yang
berwenang  untuk  memberikan  izin  untuk  dapat  mengambil
keputusan berupa:
a)  Bibit  sapi  perah  yang  mutunya  di  bawah  standar  tidak
boleh  diedarkan  atau  diperjual  belikan  sebagai  bibit  sapi
perah;
b)  Pencabutan sementara izin usaha perusahaan pembibitan
sapi perah;
c)  Pencabutan izin usaha;
d.   Nota hasil pemeriksaan sebagaimana butir (3) di atas dikoordinasi-
kan dengan pejabat yang berwenang. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
     

16
e.   Dinas  Peternakan  atau  Dinas  Teknis  yang  membidangi  fungsi
Peternakan  di  Provinsi  menyampaikan  nota  hasil  pemeriksaan
kepada Direktur Jenderal Peternakan cq. Direktur Perbibitan. 

I.  PENUTUP
  Petunjuk  teknis  ini  bersifat  dinamis  dan  akan  disesuaikan  kembali  apabila
terjadi  perubahan  sesuai  dengan  perkembangan  IPTEK  dan  kebutuhan
masyarakat.

DIREKTUR JENDERAL,


MATHUR RIADY
NIP 010110 372

PEMILIHAN BIBIT SAPI PERAH

Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan budidaya sapi perah yang saling terkait satu sama lain diantaranya pemeliharaan (budidaya), pakan dan pembibitan. Pemeliharan dan pakan yang baik tentu akan meghasilkan produksi yang baik dengan didukung pembibitan yang baik pula. Bibit sapi yang baik sangat penting untuk diperhatikan ketika akan melakukan budidaya sapi perah. Pemilihan bibit sapi perah meliputi pemilihan bibit dara yang nantinya akan menghasilkan produksi susu dan pemilihan bibit pejantan.

Pemilihan Bibit Dara
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah:
(a) produksi susu tinggi,
(b) umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
(c) berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
(d) bentuk tubuhnya seperti baji,
(e) matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat,
(f) ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelok-kelok,puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek,
(g) tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan 
Pemilihan Bibit Pejantan
Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
(a) umur sekitar 4-5 tahun,
(b) memiliki kesuburan tinggi,
(c) daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya,
(d) berasal dari induk dan pejantan yang baik,
(e) besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik,
(f) kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat,
(g) muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar,
(h) paha rata dan cukup terpisah,
(i) dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar,
(j) badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta
(k) sehat,bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.
 
Narasumber: Asep Gunawan, tinggal di Jerman

Ternak Sapi Perah Menguntungkan Bila Pemilikan Minimal 6 Ekor

Yogyakarta, CyberNews. Peternakan sapi perah merupakan salah satu bidang yang mampu membangkitkan perekonomian masyarakat. Namun dari pendekatan ekonomis, usaha itu terlihat kurang menguntungkan karena pemilikan ternak yang rendah. Hal tersebut disampaikan Prof Dr Ir Sudi Nurtini SU saat dikukuhkan dalam jabatan guru besar pada Fakultas Peternakan UGM, di Balai Senat UGM.
Menurutnya, usaha tani sapi perah menguntungkan dan berkelanjutan apabila pemilikan minimal 5,23 unit ternak atau 6 ekor sapi dan proporsi sapi laktasi 70%. Sementara itu, skala ekonomis dapat dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor sapi per peternak.
Dalam pidato berjudul ''Insentif Ekonomi Peternakan Sapi Perah Rakyat'', Prof Nurtini menyebutkan bahwa peternak membutuhkan insentif agar mereka dapat mengembangkan usaha peternakan sapi perah yang lebih efisien. Dengan hal tersebut, diharapkan pada waktunya akan memantapkan industri persusuan domestik.
''Peternak sapi perah rakyat masih saja mengalami disinsentif dan jika hal ini dibiarkan terjadi, maka akan menjadi penghambat pencapaian keberhasilan industri persusuan nasional,'' katanya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan insentif ekonomi peternak sapi perah rakyat adalah dengan perluasan pasar. Dalam praktik pemasaran susu segar, industri pengolahan susu (IPS) masih dianggap sebagai pasar utama yang seharusnya hanya merupakan pasar alternatif dari peluang pasar lain yang memiliki kaitan lebih erat dengan kepentingan peternak.
''Masyarakat Indonesia yang lebih memilih susu bubuk dan susu kental manis daripada susu segar/susu cair merupakan tantangan sekaligus peluang bagi produsen. Terobosan peluang pasar itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar pasar lebih kompetitif,'' kata wanita kelahiran Yogyakarta, 25 Desember 1953 itu.
Pola konsumsi susu masyarakat Indonesia berbeda dengan sejumlah negara maju di dunia. Masyarakat Indonesia merupakan konsumen susu cair yang sangat kecil. Data Ditjen Industri Agro dan Kimia menyebutkan pada 2007 konsumsi susu cair Indonesia hanya 18%, sedangkan negara-negara Eropa hampir 100%, Amerika Serikat 99,7%, India 98%, Thailand 88%, dan China 76,5%.
Sementara itu, menurut data FAO (2011), konsumsi susu Indonesia pada 2007 adalah 7,3 liter/kap/th, lebih rendah dibandingkan dengan sesama negara ASEAN, seperti Malaysia 25 liter/kap/th, Thailand 22,1 liter/kap/th, dan Filipina 18 liter/kap/th.
Upaya perluasan pasar susu segar dapat dilakukan melalui program susu untuk anak sekolah. Namun, upaya itu harus sinergi dengan upaya peningkatan kualitas susu dengan mengubah perilaku peternak dan petugas yang menangani pascapanen. Lebih lanjut dikatakannya, Thailand merupakan salah satu negara di kawasan ASEAN yang dalam penanganan industri persusuan relatif lebih baik.
Produksi susu Thailand oleh peternak sapi perah skala kecil yang memiliki ternak antara 5-10 ekor dan sekitar 28% dari peternak memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah. Populasi sapi perah di Thailand pada tahun 2009 mencapai 498.000 ekor sapi dengan laktasi 293.000 ekor dan produksi susu 840.000 ton, sedikit lebih tinggi daripada populasi sapi perah di Indonesia, padahal populasi penduduk dan luas wilayah Thailand jauh lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia.
''Jadi, tidak ada salahnya kita belajar dari Thailand dalam pembangunan persusuannya,'' tambahnya.
( Bambang Unjianto / CN34 / JBSM )

PERENCANAAN PETERNAKAN SAPI PERAH

Susu merupakan bahan makanan asal ternak yang memiliki kandungan gizi tinggi. Hal ini mengakibatkan permintaan akan susu meningkat seiring dengan semakin bertambahnya populasi manusia setiap tahunnya. Saat ini sebagian besar susu di Indonesia masih harus diimpor (sekitar 70 %), sedangkan 30%nya di pasok dari produksi susu domestic yang sebagian besar dihasilkan oleh peternakan sapi perah rakyat. Selain itu, susu yang dihasilkan oleh peternak sapi perah Indonesia banyak yang tidak memenuhi standar IPS, sehingga banyak susu yang ditolak pabrik pengolahan susu. Tidak ada langkah lain selain membuang susu, dan hal ini tentu akan merugikan peternak Indonesia.
Sebagai generasi bangsa, setiap masyarakat Indonesia dituntut peran sertanya dalam pembangunan. Salah satu aspek penting dan vital bagi rakyat Indonesia adalah bidang pertanian, karena sebagian besar masyarakat Indonesia bergerak dalam sector pertanian, termasuk didalamnya subsector peternakan. Langkah yang dapat dilakukan untuk mencukupi kebutuhan konsumsi susu masyarakat Indonesia adalah dengan banyak masyarakat yang membudidayakan peternakan sapi perah. Supaya peternakan sapi perah berjalan sesuai dengan tujuan yaitu memberikan produksi susu yang tinggi dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, maka diperlukan perencanaan yang matang sebelum memulai membudidayakan peternakan sapi perah.
Suatu usaha yang didasarkan pada rencana sebelumnya, hasilnya akan lebih baik dibandingkan dengan usaha yang dilakukan tanpa ada rencana sebelumnya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat perencanaan sapi perah adalah sebagai berikut:
  1. Merintis Usaha
Sebelum memulai usaha kita harus menentukan titik awal atau latar belakang kita berusaha, apakah usaha kita merupakan pendirian usaha atau pengembangan usaha. Jika pendirian usaha, maka perencanaan akan dimulai dari awal, sedangkan jika pengembangan usaha, maka perencanaan usahanya merupakan perencanaan lanjutan. Persiapan dalam merintis usaha yaitu harus memperhatikan:
  1. Aspek Umum yang umumnya terdiri dari social, budaya, tanggapan masyarakat, dukungan pemerintah, dan lain-lain,
  2. Aspek Ekonomi, yaitu berkaitan dengan analisis usaha yang nantinya apakah usahanya akan menguntungkan atau sebaliknya memperoleh kerugian. Sehingga aspek ekonomi ini merupakan aspek yang vital dalam perencanaan usaha peternakan sapi perah,
  3. Aspek Teknis Operasional yaitu aspek yang terkait dengan teknis dan lingkungan. Tanpa adanya aspek ini, maka produksi tidak dapat dihasilkan. Untuk memperoleh usaha yang menguntungkan, maka harus dimulai dari aspek teknis yang baik dan berkualitas.
  1. Rencana Kerja Usaha
Rencana kerja disusun setelah ada ide merintis usaha. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan dalam awal usaha yang dilakukan. Rencana kerja dapat dibagi kedalam lima bagian, yaitu:
  1. Maksud dan tujuan usaha
Usaha peternakan sapi perah dijalankan sebagai usaha produksi susu saja atau ditambah dengan usaha pembibitan sapi perah. Kejelasan maksud dan tujuan akan memudahkan dalam kelanjutan usaha kedepannya.
  1. Ternak yang akan diusahakan
Ternak yang diusahakan akan menggunakan jenis ternak tertentu, kemudian jenis kelamin tertentu dan harus dipastikan jumlah awal ternaknya berapa banyak atau jika pengembangan maka penambahan ternaknya harus diperhatikan berapa banyak.
  1. Kandang dan Gudang
Hal ini disesuaikan dengan rintisan usaha, apakah akan membuat bangunan awal atau membuat bangunan tambahan.
  1. Pakan
Pakannya harus dipantau ketersediaannya, sehingga terjadi kontinyuitas penyediaan pakan. Maka ternak dapat tercukupi kebutuhan pakannya baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
  1. Pasar
Usaha ternaknya harus mempunyai pasar yang baik. Jika pasarnya kurang baik, meskipun produksinya tinggi dan baik maka susu atau pedet tidak dapat dijual dan hal ini akan menyebabkan kerugian pada usaha peternakan sapi perah.
  1. Rencana Penggunaan Modal
Rencana penggunaan modal juga merupakan aspek yang memiliki peran vital dalam usaha, karena tanpa modal usaha hanya akan menjadi rencana saja dan tidak adapat diaplikasikan. Modal usaha yang harus dikeluarkan dalam menyusun rencana usaha peternakan sapi perah yaitu:
  1. Investasi
  • Kandang
  • Gudang
  • Perumahan
  • Peralatan pemerahan
  • Peralatan teknis pemeliharaan
  1. Biaya Tetap
  • Sapi betina (Laktasi dan kering kandang)
  • Sapi jantan
  • Pedet betina
  • Pedet jantan
  1. Biaya Operasional
  • Pakan (Hijauan dan konsentrat)
  • Gaji karyawan
  • Obat-obatan
  • Penyusutan bangunan dan peralatan
  • Listrik
  • Penyusutan kematian ternak (sekitar 4-5 %)
  • Pajak
  • Biaya lain-lain.
  1. Perkembangbiakan ideal sapi perah
Sebelum memulai usaha, peternak atau pengusaha harus mengetahui perkembangbiakan sapi perah. Beberapa hal yang harus diketahui dan diperhatikan adalah sebagai berikut:
  • Lama kebuntingan 9 bulan
  • Masa kering kandang 2 bulan
  • Siklus birahi 21 hari
  • Lama birahi 2 sampai 3 hari
  • Umur afkir induk atau pejantan 8 sampai 9 tahun
  • Pedet betina diberikan susu sampai umur 4 bulan
  • Pedet jantan diberikan susu sampai umur 2 bulan
  • Pedet jantan dapat dijual setelah umur 1,5 sampai 2 bulan
Langkah yang perlu dilakukan setelah usaha peternakan sapi perah berjalan adalah dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana target yang direncanakan tercapai. Sehingga dapat mengambil langkah preventif sebaliknya pengembangan pada usaha peternakan sapi perah. Hal ini tentu akan membantu mengurangi ketergantungan bangsa Indonesia akan impor susu. Siapa lagi yang akan membangun Indonesia jika bukan para penerus dan generasi bangsa.
Dari berbagai sumber.

Oleh:
Priyono, S.Pt
Alumnus Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
Mahasiswa Magister Ilmu Ternak Universitas Diponegoro