Setiap tahun, negeri ini membutuhkan tambahan pasokan daging impor yang berasal dari 450.000 ekor sapi. Kebutuhan ini dianggap sebagai peluang besar oleh para importir. Sayangnya, tidak semua importir mengindahkan etika dalam mengelola bisnisnya. Sebagian daging diimpor secara ilegal dari negara-negara yang tidak bebas penyakit menular. Hal ini tentu sangat membahayakan peternakan sapi potong lokal. Lantas, mengapa kebutuhan daging sapi yang begitu besar tidak dianggap sebagai peluang untuk membuka usaha penggemukan sapi potong sendiri? Selama ini, kebanyakan penggemukan sapi potong di Indonesia memang masih dilakukan secara tradisional dan tidak berorientasi komersial. Padahal, jika dikelola dengan baik, usaha ini juga bisa mendatangkan laba yang tidak sedikit. Melalui buku ini, Anda bisa belajar memulai dan mengelola usaha pengemukan sapi potong. Mulai dari cara memilih lokasi yang tepat, membuat kandang, kiat memilih bakalan, cara cepat menggemukkan, dan cara mengatasi penyakit pada sapi potong. Dilengkapi pula dengan contoh analisis usaha yang sederhana. | ||
|
Tampilkan postingan dengan label sapi perah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sapi perah. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 25 Februari 2012
Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong
TIPS MEMBELI BIBIT SAPI PERAH
Jika anda berencana memulai usaha ternak sapi perah, beberapa langkah persiapan harus sudah anda pikirkan. Salah satu langkah yang harus anda lakukan adalah membeli bibit sapi.
Berikut beberapa tips memebeli bibit sapi perah, yang mungkin bisa anda jadikan pedoman.
1. Tentukan jenis bakalan yang akan anda beli. Anda harus tentukan terlebih dahulu apakah bibit sapi yang akan dibeli itu berupa pedet lepas sapih, sapi dara, induk bunting, atau induk laktasi.Tentunya hal ini terkait dengan modal yang tersedia dan target usaha ternak yang anda tentukan.
2. Jangan terburu-buru. Ketika anda membeli atau memilih bakalan/bibit sapi perah, jangan terburu-buru, telitilah sebelum transaksi dilakukan.
3. Sebaiknya membeli di sentra-sentra sapi perah seperti Lembang, Pangalengan (jawa barat) dan boyolali (jawa tengah). Dengan demikian anda bisa leluasa memilih, karena populasinya cukup banyak.
4. Perhatikan ciri fisik sapi yang akan dibeli (genetik nya),misalnya segi tiga berwarna putih pada dahinya, bentuk badan seperti baji/kapak,produksi susu tetuanya cukup tinggi.
5. Jika anda masih pemula dan modal yang relatif terbatas, disarankan anda membeli induk yang sedang laktasi. Dengan tujuan menekan biaya operasional serta anda dapat langsung mendapatkan penghasilan.
Sebagai gambaran, berikut saya sertakan harga sapi perah yang saya kutip dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat :
- Sapi perah dewasa bunting 3 bulan Rp 8 – 9 juta/ ekor.
- Sapi perah dewasa siap peras Rp 12 – 15 juta/ ekor.
Semoga Tip di atas bermanfaat.
petunjuk teknis pengawasan bibit sapi perah
Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
1
DEPARTEMEN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
NOMOR : 05/Kpts/PD.420/F/01.07
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN MUTU BIBIT SAPI PERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
Menimbang : a. bahwa bibit sapi perah merupakan salah satu sarana
produksi budidaya ternak yang strategis dan sangat
berpengaruh dalam meningkatkan produksi dan
produktivitas ternak, sehingga perlu diusahakan agar bibit
sapi perah yang diproduksi dan diedarkan tetap terjamin
mutunya sesuai standar dan persyaratan teknis minimal.
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, agar bibit
sapi perah yang diproduksi dan diedarkan tetap terjamin
mutunya dan dalam rangka memberikan perlindungan
terhadap konsumen dari bibit sapi perah yang tidak
memenuhi standar atau persyaratan teknis minimal,
dipandang perlu menetapkan Petunjuk Teknis
Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah dengan Peraturan
Direktur Jenderal Peternakan. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
2
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10; Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Peme-
rintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang
Penolakan; Pencegahan; Pemberantasan dan Pengobat-
an Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang
Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102 );
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi
Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952 );
6. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standarisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 299, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);
7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 Tentang
Kedudukan Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Kementerian Negara RI sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara RI Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
3
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 80 Tahun 2005;
9. Keputusan Presiden Nomor 89/M Tahun 2005;
10. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 170/Kpts/OT.210/3/
2002 tentang Pelaksanaan Standarisasi Nasional dibidang
Pertanian;
11. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/Kpts/OT.210/6/
2002 tentang Pedoman Perizinan dan Pendaftaran Usaha
Peternakan;
12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.210/07/
2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian;
13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.210/9/
2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Pertanian;
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 36/Permentan/OT.
140/ 8/2006 tentang Sistem Perbibitan Ternak Nasional;
M E M U T U S K A N
Menetapkan
KESATU : Memberlakukan Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi
Perah sebagaimana tercantum pada lampiran Peraturan ini.
KEDUA : Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
sebagaimana di maksud pada diktum KESATU merupakan
acuan bagi perusahaan pembibit dan peternak budidaya dalam
melakukan kegiatan pembibitan dan bagi petugas pengawas
mutu serta pihak yang terkait dalam melakukan kegiatan
pengawasan mutu bibit sapi perah. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
4
KETIGA : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Di tetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2007
DIREKTUR JENDERAL,
MATHUR RIADY
NIP 010 110 372
Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth :
1. Menteri Pertanian;
2. Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian;
3. Gubernur Provinsi di Seluruh Indonesia;
4. Bupati/Walikota di Seluruh Indonesia;
5. Kepada Dinas yang membidangi fungsi Peternakan Provinsi di Seluruh
Indonesia;
6. Kepala Dinas yang membidangi fungsi Peternakan Kabupaten/Kota Seluruh
Indonesia.
Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
5
LAMPIRAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
NOMOR : 05/Kpts/PD.420/F/01.07
TANGGAL : 4 Januari 2007
PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT SAPI PERAH
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari
pembangunan pertanian yang mengemban misi untuk penyediaan
pangan asal ternak yang bergizi dan berdaya saing tinggi, meningkatkan
pendapatan petani serta menciptakan lapangan kerja dibidang agribisnis
peternakan dengan memanfaatkan sumber daya peternakan secara
optimal.
Bibit ternak sapi perah merupakan salah satu sarana produksi budidaya
ternak yang penting dan strategis untuk meningkatkan usaha
peternakan baik kualitas maupun kuantitas dan sesuai dengan visi dari
Direktorat Perbibitan yakni : 1) menyediakan baik kualitasnnya dan
cukup kuantitasnya; 2) mengurangi ketergantungan impor bibit dan;
3) melestarikan serta mengoptimalkan pemanfaatkan bibit ternak lokal.
Maka pengembangan industri benih/bibit ternak diarahkan agar dapat
memenuhi standar yang telah ditetapkan, serta dapat memenuhi
kebutuhan permintaan dalam dan luar negeri.
Fokus usaha pembibitan sapi perah adalah peningkatan produktifitas
dan perbanyakan bibit, yang pencapaiannya dilakukan melalui seleksi,
pengujian, penerapan teknologi biologi reproduksi dan biologi molekuler,
impor bibit serta pembinaan kelembagaan perbibitan.
Untuk mendukung keberhasilan upaya pengembangan bibit yang
memenuhi standar, diperlukan pengawasan mutu bibit secara intensif
dan berkelanjutan Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
6
Agar pengawasan mutu bibit dapat berlangsung dengan baik dan benar
diperlukan petunjuk teknis pengawasan mutu bibit sapi perah.
2. Maksud dan Tujuan.
a. Maksud
Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah :
Sebagai acuan bagi petugas pemerintah, produsen/pembibit,
pedagang dan konsumen dalam mengawasi, menghasilkan,
mengedarkan dan memperoleh bibit sapi perah yang sesuai
standar.
b. Tujuan
Tujuan ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah agar bibit sapi
perah yang dihasilkan, diedarkan dan digunakan sesuai standar.
3. Ruang Lingkup.
a. Lokasi dan obyek pengawasan.
b. Petugas pengawas mutu bibit sapi perah.
c. Tata cara pengawasan.
d. Pelaporan
e. Tindak lanjut hasil pengawasan
4. Pengertian.
Dalam petunjuk teknis ini yang dimaksud dengan :
a. Bibit ternak adalah semua hasil pemuliaan ternak yang memenuhi
persyaratan tertentu untuk dikembangbiakan;
b. Bibit sapi perah adalah semua sapi perah hasil pemuliaan sapi
perah yang memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembang-
biakan; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
7
c. Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah
komposisi genetik pada sekelompok ternak dari satu rumpun atau
galur guna mencapai tujuan tertentu;
d. Bibit Induk adalah bibit dengan spesifikasi tertentu yang mempunyai
silsilah dua generasi ke atas dan digunakan untuk menghasilkan
bibit sebar;
e. Pembibitan adalah kegiatan budidaya menghasilkan bibit ternak
untuk keperluan sendiri atau untuk diperjual belikan;
f. Silsilah adalah catatan mengenai asal –usul keturunan ternak yang
meliputi nama, nomor dan performa dari ternak dan tetuanya;
g. Teknologi biologi molekuler adalah teknologi yang memanfaatkan
Molekul Deoxyribonucleic Acid (DNA) untuk menghasilkan individu
yang membawa sifat-sifat tertentu;
h. Standarisasi benih dan atau bibit adalah proses spesifikasi teknis
benih dan atau bibit yang dibakukan, disusun berdasarkan
konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat
mutu genetic, syarat-syarat kesehatan hewan dan masyarakat
veteriner, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang
untuk memberi kepastian manfaat yang akan diperoleh;
i. Sertifikasi benih dan atau bibit adalah proses penerbitan sertifikat
benih dan atau bibit setelah melalui pemeriksaan, pengujian dan
pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan;
j. Mutu bibit sapi perah adalah kesesuaian bibit sapi perah terhadap
Standar Nasional Indonesia (SNI) dan atau persyaratan teknis
minimal (PTM) yang telah ditetapkan;
k. Pengawasan mutu bibit sapi perah adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mengawasi mutu bibit sapi perah dengan tujuan agar bibit
sapi perah yang diproduksi dan diedarkan sesuai dengan standar
atau persyaratan teknis minimal yang ditetapkan; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
8
l. Peredaran bibit sapi perah adalah lalu lintas kegiatan yang meliputi
pengangkutan dan penyerahan bibit sapi perah untuk diperjual
belikan atau dipergunakan sendiri;
m. Pejabat fungsional pengawas bibit ternak adalah pegawai negari
sipil yang memenuhi syarat untuk melaksanakan tugas
pengawasan bibit dan atau benih ternak sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
II. LOKASI DAN OBYEK PENGAWASAN
1. Lokasi Pengawasan
Pengawasan mutu bibit sapi perah dilakukan di lokasi produsen dan
konsumen.
Lokasi pengawasan meliputi pembibit pemerintah (UPT), pembibit
berbadan hukum, LSM dan peternak pembibit baik sebagai produsen
maupun konsumen.
2. Obyek Pengawasan.
Obyek pengawasan meliputi :
a. Bibit sapi perah (betina dan jantan) lokal dan impor;
b. Klasifikasi bibit sapi perah yakni : bibit dasar, bibit induk dan bibit
sebar.
c. Mutu bibit sapi perah yang meliputi performans bibit, catatan ternak
dan sistim pengujian bibit;
d. Manajemen pemeliharaan meliputi pencatatan, perkawinan,
pemberian dan penyediaan pakan, penyediaan air bersih,
pemerahan, perkandangan, peralatan dan kesehatan;
e. Penyakit terutama penyakit menular;
f. Lingkungan pembibitan meliputi pengelolaan limbah, kebersihan
kandang dan biosecurity.
Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
9
III. PETUGAS PENGAWAS MUTU BIBIT SAPI PERAH
1. Persyaratan Pengawas.
Untuk dapat ditunjuk sebagai pengawas mutu bibit sapi perah, harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Menduduki jabatan fungsional pengawas bibit ternak di Provinsi
atau Kabupaten/Kota,
b. Apabila belum ada pejabat fungsional pengawas bibit ternak di
Provinsi atau Kabupaten/Kota maka Kepala Dinas Peternakan atau
Kepala Dinas Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di
Provinsi atau Kabupaten/Kota maka dapat menunjuk petugas
pengawas mutu bibit/benih.
c. Telah mengikuti pelatihan pengawas mutu bibit sapi perah dan
bersertifikat yang diselenggarakan oleh instansi/lembaga yang
berkompeten dinyatakan lulus dan bersertifikat.
2. Pelatihan Tenaga Pengawas Mutu Bibit Sapi Perah.
a. Pelatihan petugas pengawas mutu bibit sapi perah dilakukan oleh
Dinas Peternakan atau Dinas Teknis yang membidangi fungsi
Peternakan di Provinsi.
b. Penyelenggaraan pelatihan pengawas mutu bibit sapi perah
tersebut berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Peternakan bersama Kepala Badan Pengembangan
Sumberdaya Manusia (SDM).
3. Tugas dan Wewenang Petugas Pengawas Mutu Bibit Sapi Perah.
a. Tugas.
Pengawas mutu bibit sapi perah mempunyai tugas :
(1) Melakukan pemeriksaan terhadap dipenuhinya ketentuan
standar mutu atau persyaratan teknis minimal bibit sapi perah. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
10
(2) Melakukan pemeriksaan mutu bibit sapi perah di lokasi
pembibit secara berkala minimal 6 (enam) bulan sekali dalam 1
(satu) tahun.
(3) Untuk bibit sapi perah impor pengawasan dilakukan 1 (satu)
kali di Negara asalnya dan minimal 3 (tiga) kali di dalam negeri
yakni saat kedatangan, lepas karantina dan saat pemeliharaan;
b. Wewenang
Dalam melaksanakan tugasnya pengawas mutu bibit sapi perah
mempunyai wewenang
(1) Memasuki lokasi usaha pembibitan sapi perah;
(2) Memeriksa sistim dan prosedur pemuliaan yang diterapkan;
(3) Melaporkan hasil pengawasan dengan membuat Berita Acara
Pengawasan, dan memberikan rekomendasi kepada pejabat
yang berwenang.
4. Pengangkatan dan Pemberhentian
Pejabat yang berwenang dalam pengangkatan dan pemberhentian
petugas pengawas mutu bibit sapi perah adalah :
a. Ditingkat Provinsi adalah Kepala Dinas Peternakan atau Dinas
Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di Provinsi atau pejabat
yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku :
b. Ditingkat Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas Peternakan atau
Dinas Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di
Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Pengawas mutu bibit sapi perah dapat diberhentikan apabila:
(1) Mutasi/perpindahan tugas;
(2) Berafiliasi dengan pembibit ; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
11
(3) Tidak melakukan tugas dan wewenang sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan;
(4) Mengundurkan diri; dan
(5) Meninggal dunia
IV. TATACARA PENGAWASAN
1. Rencana Kerja Pengawas.
a. Setiap pengawas mutu bibit sapi perah wajib menyusun rencana
kerja tahunan yang dirinci dalam kegiatan setengah tahunan dan
bulanan;
b. Rencana kerja tahunan sebagimana diatas sekurang-kurangnya
memuat lokasi yang akan di kunjungi;
c. Rencana kerja tersebut diajukan kepada Kepala Dinas Peternakan
atau Kepala Dinas Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di
Provinsi atau di Kabupaten/Kota.
2. Pelaksanaan Pengawasan.
a. Petugas pengawas mutu bibit sapi perah dilengkapi surat tugas
yang dikeluarkan instansi berwenang;
b. Petugas pengawas mutu bibit sapi perah diwajibkan menggunakan
tanda pengenal.
c. Petugas pengawas mutu bibit sapi perah diwajibkan membuat
pelaporan pelaksanaan pengawasan.
d. Pengawasan terhadap bibit sapi perah mengacu pada pedoman
pembibitan sapi perah yang baik, dengan materi pemeriksaan
antara lain meliputi :
(1) Daerah yang bebas penyakit hewan menular dan bebas dari
penyakit menular;
(2) Tanduk di-dehorning;
(3) Kelahiran jantan dan betina (free martin);
(4) Kemampuan dan kualitas produksi susu tetuanya; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
12
(5) Sifat-sifat yang diperhatikan :
a) Sifat Kuantitatif.
1) Umur pubertas;
2) Melahirkan teratur;
3) Berat lahir;
4) Berat sapih;
5) Berat dewasa;
6) Laju pertumbuhan setelah disapih;
7) Berat dewasa;
8) Tinggi pundak;
9) Lingkar dada;
10) Lingkar Scrotum.
b) Sifat Kualitatif.
1) Bentuk tubuh;
2) Ketiadaan cacat;
3) Normalitas ambing dan alat reproduksi;
4) Tidak ada kesulitan melahirkan;
5) Libido jantan;
6) Tabiat;
7) Warna bulu;
8) Kekuatan (vigor).
(6) Pencatatan ( Rekording)
Materi pencatatan meliputi :
a) Bangsa, identitas ternak dan sketsa/foto ternak;
b) Identitas, alamat, kelompok dan organisasi peternak;
c) Silsilah: bangsa, identitas, tetua dan produktifitas dan
abnormalitas tetua;
d) Kelahiran (tanggal, berat lahir, sex, tipe kelahiran, calving-
ease); Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
13
e) Penyapihan (tanggal, berat sapih);
f) Perkawinan (berat kawin, tanggal kawin, pejantan,
IB/TE/Alam);
g) Pelaksanaan perkawinan ditujukan untuk meminimalkan
inbreeding;
h) Beranak dan beranak kembali;
i) Pakan;
j) Produksi;
k) Penyakit (vaksinasi, pengobatan);
l) Mutasi dan pengafkiran.
e. Pengawasan terhadap pelaksanaan uji performan dan uji zuriat
yang dilakukan pada keturunan yang lolos diseleksi sebagai calon
bibit, mengacu pada prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan.
f. Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerahan yaitu dilakukannya
pengujian-pengujian antara lain : uji mastitis, total solit, dan total
plate count.
g. Lingkungan pembibitan yaitu :
Dilaksanakannya cara-cara pencegahan dan penanggulangan
pencemaran lingkungan sebagaimana diatur dalam :
(1) Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup;
(2) Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan;
(3) Peraturan Pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL);
Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
14
V. PELAPORAN DAN TINDAK LANJUT
1. Pelaporan.
Pengawas mutu bibit sapi perah wajib membuat laporan berdasarkan
berita acara hasil pengawasannya secara berkala setiap 6 (enam) bulan
sekali kepada ;
a. Kepala Dinas Peternakan atau Kepala Dinas Teknis yang
membidangi fungsi Peternakan di Provinsi apabila kedudukan
satuan administrasi pangkalnya di Provinsi;
b. Kepala Dinas Peternakan atau Kepala Dinas Teknis yang
membidangi fungsi Peternakan di Kabupaten/Kota apabila
kedudukan satuan administrasi pangkalnya di Kabupaten/Kota;
c. Kepala Dinas Peternakan atau Kepala Dinas Teknis yang
membidangi fungsi Peternakan di Provinsi atau Kabupaten/Kota
mengirimkan laporan pelaksanaan pengawasan mutu bibit sapi
perah kepada Gubernur atau Bupati/Walikota dengan tembusan
disampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan.
2. Tindak Lanjut Hasil Pengawasan
a. Berdasarkan berita acara yang disampaikan oleh petugas
pengawas bibit tersebut diatas maka Kepala Dinas Peternakan atau
Kepala Dinas Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di
Provinsi atau Kabupaten/Kota, selanjutnya membuat penilaian dan
penelaahan terhadap kepatuhan dalam melaksanakan standar
mutu atau persyaratan teknis minimal;
b. Pengusaha pembibitan atau peternak yang mematuhi standar atau
persyaratan teknis minimal yang telah ditetapkan dan berhasil
dapat diberikan apresiasi dengan memberikan sertifikat; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
15
c. Berdasarkan hasil penilaian untuk pengusaha pembibitan yang
memiliki badan hukum dan ditemukan pelanggaran maka Kepala
Dinas Peternakan atau Kepala Dinas Teknis yang membidangi
fungsi Peternakan di Provinsi atau Kabupaten/Kota dapat
mengambil langkah tindak lanjut berupa :
(1) Memberikan teguran pertama kepada pembibit untuk segera
melaksanakan perbaikan mutu bibit sapi perah yang dihasilkan
sesuai standar atau persyaratan teknis minimal yang telah
ditetapkan;
(2) Apabila dalam 3 tahun yang bersangkutan juga tidak
melakukan perbaikan mutu bibit yang diproduksinya maka,
selanjutnya diberikan teguran kedua yang memuat peringatan;
(3) Apabila perusahaan tersebut tidak mengindahkan teguran
kedua tersebut maka Kepala Dinas Peternakan atau Kepala
Dinas Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di Provinsi
atau Kabupaten/Kota setelah meneliti dan menelaah dapat
menyampaikan nota hasil pemeriksaan mutu bibit sapi perah.
Dan selanjutnya mengusulkan kepada pejabat yang
berwenang untuk memberikan izin untuk dapat mengambil
keputusan berupa:
a) Bibit sapi perah yang mutunya di bawah standar tidak
boleh diedarkan atau diperjual belikan sebagai bibit sapi
perah;
b) Pencabutan sementara izin usaha perusahaan pembibitan
sapi perah;
c) Pencabutan izin usaha;
d. Nota hasil pemeriksaan sebagaimana butir (3) di atas dikoordinasi-
kan dengan pejabat yang berwenang. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
16
e. Dinas Peternakan atau Dinas Teknis yang membidangi fungsi
Peternakan di Provinsi menyampaikan nota hasil pemeriksaan
kepada Direktur Jenderal Peternakan cq. Direktur Perbibitan.
I. PENUTUP
Petunjuk teknis ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila
terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan
masyarakat.
DIREKTUR JENDERAL,
MATHUR RIADY
NIP 010110 372
1
DEPARTEMEN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
NOMOR : 05/Kpts/PD.420/F/01.07
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN MUTU BIBIT SAPI PERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
Menimbang : a. bahwa bibit sapi perah merupakan salah satu sarana
produksi budidaya ternak yang strategis dan sangat
berpengaruh dalam meningkatkan produksi dan
produktivitas ternak, sehingga perlu diusahakan agar bibit
sapi perah yang diproduksi dan diedarkan tetap terjamin
mutunya sesuai standar dan persyaratan teknis minimal.
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, agar bibit
sapi perah yang diproduksi dan diedarkan tetap terjamin
mutunya dan dalam rangka memberikan perlindungan
terhadap konsumen dari bibit sapi perah yang tidak
memenuhi standar atau persyaratan teknis minimal,
dipandang perlu menetapkan Petunjuk Teknis
Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah dengan Peraturan
Direktur Jenderal Peternakan. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
2
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10; Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Peme-
rintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang
Penolakan; Pencegahan; Pemberantasan dan Pengobat-
an Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang
Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102 );
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi
Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952 );
6. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standarisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 299, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);
7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 Tentang
Kedudukan Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Kementerian Negara RI sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara RI Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
3
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 80 Tahun 2005;
9. Keputusan Presiden Nomor 89/M Tahun 2005;
10. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 170/Kpts/OT.210/3/
2002 tentang Pelaksanaan Standarisasi Nasional dibidang
Pertanian;
11. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/Kpts/OT.210/6/
2002 tentang Pedoman Perizinan dan Pendaftaran Usaha
Peternakan;
12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.210/07/
2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian;
13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.210/9/
2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Pertanian;
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 36/Permentan/OT.
140/ 8/2006 tentang Sistem Perbibitan Ternak Nasional;
M E M U T U S K A N
Menetapkan
KESATU : Memberlakukan Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi
Perah sebagaimana tercantum pada lampiran Peraturan ini.
KEDUA : Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
sebagaimana di maksud pada diktum KESATU merupakan
acuan bagi perusahaan pembibit dan peternak budidaya dalam
melakukan kegiatan pembibitan dan bagi petugas pengawas
mutu serta pihak yang terkait dalam melakukan kegiatan
pengawasan mutu bibit sapi perah. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
4
KETIGA : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Di tetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2007
DIREKTUR JENDERAL,
MATHUR RIADY
NIP 010 110 372
Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth :
1. Menteri Pertanian;
2. Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian;
3. Gubernur Provinsi di Seluruh Indonesia;
4. Bupati/Walikota di Seluruh Indonesia;
5. Kepada Dinas yang membidangi fungsi Peternakan Provinsi di Seluruh
Indonesia;
6. Kepala Dinas yang membidangi fungsi Peternakan Kabupaten/Kota Seluruh
Indonesia.
Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
5
LAMPIRAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
NOMOR : 05/Kpts/PD.420/F/01.07
TANGGAL : 4 Januari 2007
PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT SAPI PERAH
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari
pembangunan pertanian yang mengemban misi untuk penyediaan
pangan asal ternak yang bergizi dan berdaya saing tinggi, meningkatkan
pendapatan petani serta menciptakan lapangan kerja dibidang agribisnis
peternakan dengan memanfaatkan sumber daya peternakan secara
optimal.
Bibit ternak sapi perah merupakan salah satu sarana produksi budidaya
ternak yang penting dan strategis untuk meningkatkan usaha
peternakan baik kualitas maupun kuantitas dan sesuai dengan visi dari
Direktorat Perbibitan yakni : 1) menyediakan baik kualitasnnya dan
cukup kuantitasnya; 2) mengurangi ketergantungan impor bibit dan;
3) melestarikan serta mengoptimalkan pemanfaatkan bibit ternak lokal.
Maka pengembangan industri benih/bibit ternak diarahkan agar dapat
memenuhi standar yang telah ditetapkan, serta dapat memenuhi
kebutuhan permintaan dalam dan luar negeri.
Fokus usaha pembibitan sapi perah adalah peningkatan produktifitas
dan perbanyakan bibit, yang pencapaiannya dilakukan melalui seleksi,
pengujian, penerapan teknologi biologi reproduksi dan biologi molekuler,
impor bibit serta pembinaan kelembagaan perbibitan.
Untuk mendukung keberhasilan upaya pengembangan bibit yang
memenuhi standar, diperlukan pengawasan mutu bibit secara intensif
dan berkelanjutan Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
6
Agar pengawasan mutu bibit dapat berlangsung dengan baik dan benar
diperlukan petunjuk teknis pengawasan mutu bibit sapi perah.
2. Maksud dan Tujuan.
a. Maksud
Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah :
Sebagai acuan bagi petugas pemerintah, produsen/pembibit,
pedagang dan konsumen dalam mengawasi, menghasilkan,
mengedarkan dan memperoleh bibit sapi perah yang sesuai
standar.
b. Tujuan
Tujuan ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah agar bibit sapi
perah yang dihasilkan, diedarkan dan digunakan sesuai standar.
3. Ruang Lingkup.
a. Lokasi dan obyek pengawasan.
b. Petugas pengawas mutu bibit sapi perah.
c. Tata cara pengawasan.
d. Pelaporan
e. Tindak lanjut hasil pengawasan
4. Pengertian.
Dalam petunjuk teknis ini yang dimaksud dengan :
a. Bibit ternak adalah semua hasil pemuliaan ternak yang memenuhi
persyaratan tertentu untuk dikembangbiakan;
b. Bibit sapi perah adalah semua sapi perah hasil pemuliaan sapi
perah yang memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembang-
biakan; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
7
c. Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah
komposisi genetik pada sekelompok ternak dari satu rumpun atau
galur guna mencapai tujuan tertentu;
d. Bibit Induk adalah bibit dengan spesifikasi tertentu yang mempunyai
silsilah dua generasi ke atas dan digunakan untuk menghasilkan
bibit sebar;
e. Pembibitan adalah kegiatan budidaya menghasilkan bibit ternak
untuk keperluan sendiri atau untuk diperjual belikan;
f. Silsilah adalah catatan mengenai asal –usul keturunan ternak yang
meliputi nama, nomor dan performa dari ternak dan tetuanya;
g. Teknologi biologi molekuler adalah teknologi yang memanfaatkan
Molekul Deoxyribonucleic Acid (DNA) untuk menghasilkan individu
yang membawa sifat-sifat tertentu;
h. Standarisasi benih dan atau bibit adalah proses spesifikasi teknis
benih dan atau bibit yang dibakukan, disusun berdasarkan
konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat
mutu genetic, syarat-syarat kesehatan hewan dan masyarakat
veteriner, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang
untuk memberi kepastian manfaat yang akan diperoleh;
i. Sertifikasi benih dan atau bibit adalah proses penerbitan sertifikat
benih dan atau bibit setelah melalui pemeriksaan, pengujian dan
pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan;
j. Mutu bibit sapi perah adalah kesesuaian bibit sapi perah terhadap
Standar Nasional Indonesia (SNI) dan atau persyaratan teknis
minimal (PTM) yang telah ditetapkan;
k. Pengawasan mutu bibit sapi perah adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mengawasi mutu bibit sapi perah dengan tujuan agar bibit
sapi perah yang diproduksi dan diedarkan sesuai dengan standar
atau persyaratan teknis minimal yang ditetapkan; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
8
l. Peredaran bibit sapi perah adalah lalu lintas kegiatan yang meliputi
pengangkutan dan penyerahan bibit sapi perah untuk diperjual
belikan atau dipergunakan sendiri;
m. Pejabat fungsional pengawas bibit ternak adalah pegawai negari
sipil yang memenuhi syarat untuk melaksanakan tugas
pengawasan bibit dan atau benih ternak sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
II. LOKASI DAN OBYEK PENGAWASAN
1. Lokasi Pengawasan
Pengawasan mutu bibit sapi perah dilakukan di lokasi produsen dan
konsumen.
Lokasi pengawasan meliputi pembibit pemerintah (UPT), pembibit
berbadan hukum, LSM dan peternak pembibit baik sebagai produsen
maupun konsumen.
2. Obyek Pengawasan.
Obyek pengawasan meliputi :
a. Bibit sapi perah (betina dan jantan) lokal dan impor;
b. Klasifikasi bibit sapi perah yakni : bibit dasar, bibit induk dan bibit
sebar.
c. Mutu bibit sapi perah yang meliputi performans bibit, catatan ternak
dan sistim pengujian bibit;
d. Manajemen pemeliharaan meliputi pencatatan, perkawinan,
pemberian dan penyediaan pakan, penyediaan air bersih,
pemerahan, perkandangan, peralatan dan kesehatan;
e. Penyakit terutama penyakit menular;
f. Lingkungan pembibitan meliputi pengelolaan limbah, kebersihan
kandang dan biosecurity.
Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
9
III. PETUGAS PENGAWAS MUTU BIBIT SAPI PERAH
1. Persyaratan Pengawas.
Untuk dapat ditunjuk sebagai pengawas mutu bibit sapi perah, harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Menduduki jabatan fungsional pengawas bibit ternak di Provinsi
atau Kabupaten/Kota,
b. Apabila belum ada pejabat fungsional pengawas bibit ternak di
Provinsi atau Kabupaten/Kota maka Kepala Dinas Peternakan atau
Kepala Dinas Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di
Provinsi atau Kabupaten/Kota maka dapat menunjuk petugas
pengawas mutu bibit/benih.
c. Telah mengikuti pelatihan pengawas mutu bibit sapi perah dan
bersertifikat yang diselenggarakan oleh instansi/lembaga yang
berkompeten dinyatakan lulus dan bersertifikat.
2. Pelatihan Tenaga Pengawas Mutu Bibit Sapi Perah.
a. Pelatihan petugas pengawas mutu bibit sapi perah dilakukan oleh
Dinas Peternakan atau Dinas Teknis yang membidangi fungsi
Peternakan di Provinsi.
b. Penyelenggaraan pelatihan pengawas mutu bibit sapi perah
tersebut berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Peternakan bersama Kepala Badan Pengembangan
Sumberdaya Manusia (SDM).
3. Tugas dan Wewenang Petugas Pengawas Mutu Bibit Sapi Perah.
a. Tugas.
Pengawas mutu bibit sapi perah mempunyai tugas :
(1) Melakukan pemeriksaan terhadap dipenuhinya ketentuan
standar mutu atau persyaratan teknis minimal bibit sapi perah. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
10
(2) Melakukan pemeriksaan mutu bibit sapi perah di lokasi
pembibit secara berkala minimal 6 (enam) bulan sekali dalam 1
(satu) tahun.
(3) Untuk bibit sapi perah impor pengawasan dilakukan 1 (satu)
kali di Negara asalnya dan minimal 3 (tiga) kali di dalam negeri
yakni saat kedatangan, lepas karantina dan saat pemeliharaan;
b. Wewenang
Dalam melaksanakan tugasnya pengawas mutu bibit sapi perah
mempunyai wewenang
(1) Memasuki lokasi usaha pembibitan sapi perah;
(2) Memeriksa sistim dan prosedur pemuliaan yang diterapkan;
(3) Melaporkan hasil pengawasan dengan membuat Berita Acara
Pengawasan, dan memberikan rekomendasi kepada pejabat
yang berwenang.
4. Pengangkatan dan Pemberhentian
Pejabat yang berwenang dalam pengangkatan dan pemberhentian
petugas pengawas mutu bibit sapi perah adalah :
a. Ditingkat Provinsi adalah Kepala Dinas Peternakan atau Dinas
Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di Provinsi atau pejabat
yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku :
b. Ditingkat Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas Peternakan atau
Dinas Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di
Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Pengawas mutu bibit sapi perah dapat diberhentikan apabila:
(1) Mutasi/perpindahan tugas;
(2) Berafiliasi dengan pembibit ; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
11
(3) Tidak melakukan tugas dan wewenang sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan;
(4) Mengundurkan diri; dan
(5) Meninggal dunia
IV. TATACARA PENGAWASAN
1. Rencana Kerja Pengawas.
a. Setiap pengawas mutu bibit sapi perah wajib menyusun rencana
kerja tahunan yang dirinci dalam kegiatan setengah tahunan dan
bulanan;
b. Rencana kerja tahunan sebagimana diatas sekurang-kurangnya
memuat lokasi yang akan di kunjungi;
c. Rencana kerja tersebut diajukan kepada Kepala Dinas Peternakan
atau Kepala Dinas Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di
Provinsi atau di Kabupaten/Kota.
2. Pelaksanaan Pengawasan.
a. Petugas pengawas mutu bibit sapi perah dilengkapi surat tugas
yang dikeluarkan instansi berwenang;
b. Petugas pengawas mutu bibit sapi perah diwajibkan menggunakan
tanda pengenal.
c. Petugas pengawas mutu bibit sapi perah diwajibkan membuat
pelaporan pelaksanaan pengawasan.
d. Pengawasan terhadap bibit sapi perah mengacu pada pedoman
pembibitan sapi perah yang baik, dengan materi pemeriksaan
antara lain meliputi :
(1) Daerah yang bebas penyakit hewan menular dan bebas dari
penyakit menular;
(2) Tanduk di-dehorning;
(3) Kelahiran jantan dan betina (free martin);
(4) Kemampuan dan kualitas produksi susu tetuanya; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
12
(5) Sifat-sifat yang diperhatikan :
a) Sifat Kuantitatif.
1) Umur pubertas;
2) Melahirkan teratur;
3) Berat lahir;
4) Berat sapih;
5) Berat dewasa;
6) Laju pertumbuhan setelah disapih;
7) Berat dewasa;
8) Tinggi pundak;
9) Lingkar dada;
10) Lingkar Scrotum.
b) Sifat Kualitatif.
1) Bentuk tubuh;
2) Ketiadaan cacat;
3) Normalitas ambing dan alat reproduksi;
4) Tidak ada kesulitan melahirkan;
5) Libido jantan;
6) Tabiat;
7) Warna bulu;
8) Kekuatan (vigor).
(6) Pencatatan ( Rekording)
Materi pencatatan meliputi :
a) Bangsa, identitas ternak dan sketsa/foto ternak;
b) Identitas, alamat, kelompok dan organisasi peternak;
c) Silsilah: bangsa, identitas, tetua dan produktifitas dan
abnormalitas tetua;
d) Kelahiran (tanggal, berat lahir, sex, tipe kelahiran, calving-
ease); Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
13
e) Penyapihan (tanggal, berat sapih);
f) Perkawinan (berat kawin, tanggal kawin, pejantan,
IB/TE/Alam);
g) Pelaksanaan perkawinan ditujukan untuk meminimalkan
inbreeding;
h) Beranak dan beranak kembali;
i) Pakan;
j) Produksi;
k) Penyakit (vaksinasi, pengobatan);
l) Mutasi dan pengafkiran.
e. Pengawasan terhadap pelaksanaan uji performan dan uji zuriat
yang dilakukan pada keturunan yang lolos diseleksi sebagai calon
bibit, mengacu pada prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan.
f. Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerahan yaitu dilakukannya
pengujian-pengujian antara lain : uji mastitis, total solit, dan total
plate count.
g. Lingkungan pembibitan yaitu :
Dilaksanakannya cara-cara pencegahan dan penanggulangan
pencemaran lingkungan sebagaimana diatur dalam :
(1) Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup;
(2) Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan;
(3) Peraturan Pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL);
Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
14
V. PELAPORAN DAN TINDAK LANJUT
1. Pelaporan.
Pengawas mutu bibit sapi perah wajib membuat laporan berdasarkan
berita acara hasil pengawasannya secara berkala setiap 6 (enam) bulan
sekali kepada ;
a. Kepala Dinas Peternakan atau Kepala Dinas Teknis yang
membidangi fungsi Peternakan di Provinsi apabila kedudukan
satuan administrasi pangkalnya di Provinsi;
b. Kepala Dinas Peternakan atau Kepala Dinas Teknis yang
membidangi fungsi Peternakan di Kabupaten/Kota apabila
kedudukan satuan administrasi pangkalnya di Kabupaten/Kota;
c. Kepala Dinas Peternakan atau Kepala Dinas Teknis yang
membidangi fungsi Peternakan di Provinsi atau Kabupaten/Kota
mengirimkan laporan pelaksanaan pengawasan mutu bibit sapi
perah kepada Gubernur atau Bupati/Walikota dengan tembusan
disampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan.
2. Tindak Lanjut Hasil Pengawasan
a. Berdasarkan berita acara yang disampaikan oleh petugas
pengawas bibit tersebut diatas maka Kepala Dinas Peternakan atau
Kepala Dinas Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di
Provinsi atau Kabupaten/Kota, selanjutnya membuat penilaian dan
penelaahan terhadap kepatuhan dalam melaksanakan standar
mutu atau persyaratan teknis minimal;
b. Pengusaha pembibitan atau peternak yang mematuhi standar atau
persyaratan teknis minimal yang telah ditetapkan dan berhasil
dapat diberikan apresiasi dengan memberikan sertifikat; Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
15
c. Berdasarkan hasil penilaian untuk pengusaha pembibitan yang
memiliki badan hukum dan ditemukan pelanggaran maka Kepala
Dinas Peternakan atau Kepala Dinas Teknis yang membidangi
fungsi Peternakan di Provinsi atau Kabupaten/Kota dapat
mengambil langkah tindak lanjut berupa :
(1) Memberikan teguran pertama kepada pembibit untuk segera
melaksanakan perbaikan mutu bibit sapi perah yang dihasilkan
sesuai standar atau persyaratan teknis minimal yang telah
ditetapkan;
(2) Apabila dalam 3 tahun yang bersangkutan juga tidak
melakukan perbaikan mutu bibit yang diproduksinya maka,
selanjutnya diberikan teguran kedua yang memuat peringatan;
(3) Apabila perusahaan tersebut tidak mengindahkan teguran
kedua tersebut maka Kepala Dinas Peternakan atau Kepala
Dinas Teknis yang membidangi fungsi Peternakan di Provinsi
atau Kabupaten/Kota setelah meneliti dan menelaah dapat
menyampaikan nota hasil pemeriksaan mutu bibit sapi perah.
Dan selanjutnya mengusulkan kepada pejabat yang
berwenang untuk memberikan izin untuk dapat mengambil
keputusan berupa:
a) Bibit sapi perah yang mutunya di bawah standar tidak
boleh diedarkan atau diperjual belikan sebagai bibit sapi
perah;
b) Pencabutan sementara izin usaha perusahaan pembibitan
sapi perah;
c) Pencabutan izin usaha;
d. Nota hasil pemeriksaan sebagaimana butir (3) di atas dikoordinasi-
kan dengan pejabat yang berwenang. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah
16
e. Dinas Peternakan atau Dinas Teknis yang membidangi fungsi
Peternakan di Provinsi menyampaikan nota hasil pemeriksaan
kepada Direktur Jenderal Peternakan cq. Direktur Perbibitan.
I. PENUTUP
Petunjuk teknis ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila
terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan
masyarakat.
DIREKTUR JENDERAL,
MATHUR RIADY
NIP 010110 372
PEMILIHAN BIBIT SAPI PERAH
Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan budidaya sapi perah yang saling terkait satu sama lain diantaranya pemeliharaan (budidaya), pakan dan pembibitan. Pemeliharan dan pakan yang baik tentu akan meghasilkan produksi yang baik dengan didukung pembibitan yang baik pula. Bibit sapi yang baik sangat penting untuk diperhatikan ketika akan melakukan budidaya sapi perah. Pemilihan bibit sapi perah meliputi pemilihan bibit dara yang nantinya akan menghasilkan produksi susu dan pemilihan bibit pejantan.
Pemilihan Bibit Dara
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah:
(a) produksi susu tinggi,
(b) umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
(c) berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
(d) bentuk tubuhnya seperti baji,
(e) matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat,
(f) ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelok-kelok,puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek,
(g) tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan Pemilihan Bibit Pejantan
Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
(a) umur sekitar 4-5 tahun,
(b) memiliki kesuburan tinggi,
(c) daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya,
(d) berasal dari induk dan pejantan yang baik,
(e) besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik,
(f) kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat,
(g) muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar,
(h) paha rata dan cukup terpisah,
(i) dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar,
(j) badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta
(k) sehat,bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.
Narasumber: Asep Gunawan, tinggal di Jerman
Ternak Sapi Perah Menguntungkan Bila Pemilikan Minimal 6 Ekor
Yogyakarta, CyberNews. Peternakan sapi perah merupakan salah satu bidang yang mampu membangkitkan perekonomian masyarakat. Namun dari pendekatan ekonomis, usaha itu terlihat kurang menguntungkan karena pemilikan ternak yang rendah. Hal tersebut disampaikan Prof Dr Ir Sudi Nurtini SU saat dikukuhkan dalam jabatan guru besar pada Fakultas Peternakan UGM, di Balai Senat UGM.
Menurutnya, usaha tani sapi perah menguntungkan dan berkelanjutan apabila pemilikan minimal 5,23 unit ternak atau 6 ekor sapi dan proporsi sapi laktasi 70%. Sementara itu, skala ekonomis dapat dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor sapi per peternak.
Dalam pidato berjudul ''Insentif Ekonomi Peternakan Sapi Perah Rakyat'', Prof Nurtini menyebutkan bahwa peternak membutuhkan insentif agar mereka dapat mengembangkan usaha peternakan sapi perah yang lebih efisien. Dengan hal tersebut, diharapkan pada waktunya akan memantapkan industri persusuan domestik.
''Peternak sapi perah rakyat masih saja mengalami disinsentif dan jika hal ini dibiarkan terjadi, maka akan menjadi penghambat pencapaian keberhasilan industri persusuan nasional,'' katanya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan insentif ekonomi peternak sapi perah rakyat adalah dengan perluasan pasar. Dalam praktik pemasaran susu segar, industri pengolahan susu (IPS) masih dianggap sebagai pasar utama yang seharusnya hanya merupakan pasar alternatif dari peluang pasar lain yang memiliki kaitan lebih erat dengan kepentingan peternak.
''Masyarakat Indonesia yang lebih memilih susu bubuk dan susu kental manis daripada susu segar/susu cair merupakan tantangan sekaligus peluang bagi produsen. Terobosan peluang pasar itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar pasar lebih kompetitif,'' kata wanita kelahiran Yogyakarta, 25 Desember 1953 itu.
Pola konsumsi susu masyarakat Indonesia berbeda dengan sejumlah negara maju di dunia. Masyarakat Indonesia merupakan konsumen susu cair yang sangat kecil. Data Ditjen Industri Agro dan Kimia menyebutkan pada 2007 konsumsi susu cair Indonesia hanya 18%, sedangkan negara-negara Eropa hampir 100%, Amerika Serikat 99,7%, India 98%, Thailand 88%, dan China 76,5%.
Sementara itu, menurut data FAO (2011), konsumsi susu Indonesia pada 2007 adalah 7,3 liter/kap/th, lebih rendah dibandingkan dengan sesama negara ASEAN, seperti Malaysia 25 liter/kap/th, Thailand 22,1 liter/kap/th, dan Filipina 18 liter/kap/th.
Upaya perluasan pasar susu segar dapat dilakukan melalui program susu untuk anak sekolah. Namun, upaya itu harus sinergi dengan upaya peningkatan kualitas susu dengan mengubah perilaku peternak dan petugas yang menangani pascapanen. Lebih lanjut dikatakannya, Thailand merupakan salah satu negara di kawasan ASEAN yang dalam penanganan industri persusuan relatif lebih baik.
Produksi susu Thailand oleh peternak sapi perah skala kecil yang memiliki ternak antara 5-10 ekor dan sekitar 28% dari peternak memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah. Populasi sapi perah di Thailand pada tahun 2009 mencapai 498.000 ekor sapi dengan laktasi 293.000 ekor dan produksi susu 840.000 ton, sedikit lebih tinggi daripada populasi sapi perah di Indonesia, padahal populasi penduduk dan luas wilayah Thailand jauh lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia.
''Jadi, tidak ada salahnya kita belajar dari Thailand dalam pembangunan persusuannya,'' tambahnya.
( Bambang Unjianto / CN34 / JBSM )
Menurutnya, usaha tani sapi perah menguntungkan dan berkelanjutan apabila pemilikan minimal 5,23 unit ternak atau 6 ekor sapi dan proporsi sapi laktasi 70%. Sementara itu, skala ekonomis dapat dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor sapi per peternak.
Dalam pidato berjudul ''Insentif Ekonomi Peternakan Sapi Perah Rakyat'', Prof Nurtini menyebutkan bahwa peternak membutuhkan insentif agar mereka dapat mengembangkan usaha peternakan sapi perah yang lebih efisien. Dengan hal tersebut, diharapkan pada waktunya akan memantapkan industri persusuan domestik.
''Peternak sapi perah rakyat masih saja mengalami disinsentif dan jika hal ini dibiarkan terjadi, maka akan menjadi penghambat pencapaian keberhasilan industri persusuan nasional,'' katanya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan insentif ekonomi peternak sapi perah rakyat adalah dengan perluasan pasar. Dalam praktik pemasaran susu segar, industri pengolahan susu (IPS) masih dianggap sebagai pasar utama yang seharusnya hanya merupakan pasar alternatif dari peluang pasar lain yang memiliki kaitan lebih erat dengan kepentingan peternak.
''Masyarakat Indonesia yang lebih memilih susu bubuk dan susu kental manis daripada susu segar/susu cair merupakan tantangan sekaligus peluang bagi produsen. Terobosan peluang pasar itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar pasar lebih kompetitif,'' kata wanita kelahiran Yogyakarta, 25 Desember 1953 itu.
Pola konsumsi susu masyarakat Indonesia berbeda dengan sejumlah negara maju di dunia. Masyarakat Indonesia merupakan konsumen susu cair yang sangat kecil. Data Ditjen Industri Agro dan Kimia menyebutkan pada 2007 konsumsi susu cair Indonesia hanya 18%, sedangkan negara-negara Eropa hampir 100%, Amerika Serikat 99,7%, India 98%, Thailand 88%, dan China 76,5%.
Sementara itu, menurut data FAO (2011), konsumsi susu Indonesia pada 2007 adalah 7,3 liter/kap/th, lebih rendah dibandingkan dengan sesama negara ASEAN, seperti Malaysia 25 liter/kap/th, Thailand 22,1 liter/kap/th, dan Filipina 18 liter/kap/th.
Upaya perluasan pasar susu segar dapat dilakukan melalui program susu untuk anak sekolah. Namun, upaya itu harus sinergi dengan upaya peningkatan kualitas susu dengan mengubah perilaku peternak dan petugas yang menangani pascapanen. Lebih lanjut dikatakannya, Thailand merupakan salah satu negara di kawasan ASEAN yang dalam penanganan industri persusuan relatif lebih baik.
Produksi susu Thailand oleh peternak sapi perah skala kecil yang memiliki ternak antara 5-10 ekor dan sekitar 28% dari peternak memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah. Populasi sapi perah di Thailand pada tahun 2009 mencapai 498.000 ekor sapi dengan laktasi 293.000 ekor dan produksi susu 840.000 ton, sedikit lebih tinggi daripada populasi sapi perah di Indonesia, padahal populasi penduduk dan luas wilayah Thailand jauh lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia.
''Jadi, tidak ada salahnya kita belajar dari Thailand dalam pembangunan persusuannya,'' tambahnya.
( Bambang Unjianto / CN34 / JBSM )
PERENCANAAN PETERNAKAN SAPI PERAH
Susu merupakan bahan makanan asal ternak yang memiliki kandungan gizi tinggi. Hal ini mengakibatkan permintaan akan susu meningkat seiring dengan semakin bertambahnya populasi manusia setiap tahunnya. Saat ini sebagian besar susu di Indonesia masih harus diimpor (sekitar 70 %), sedangkan 30%nya di pasok dari produksi susu domestic yang sebagian besar dihasilkan oleh peternakan sapi perah rakyat. Selain itu, susu yang dihasilkan oleh peternak sapi perah Indonesia banyak yang tidak memenuhi standar IPS, sehingga banyak susu yang ditolak pabrik pengolahan susu. Tidak ada langkah lain selain membuang susu, dan hal ini tentu akan merugikan peternak Indonesia.
Sebagai generasi bangsa, setiap masyarakat Indonesia dituntut peran sertanya dalam pembangunan. Salah satu aspek penting dan vital bagi rakyat Indonesia adalah bidang pertanian, karena sebagian besar masyarakat Indonesia bergerak dalam sector pertanian, termasuk didalamnya subsector peternakan. Langkah yang dapat dilakukan untuk mencukupi kebutuhan konsumsi susu masyarakat Indonesia adalah dengan banyak masyarakat yang membudidayakan peternakan sapi perah. Supaya peternakan sapi perah berjalan sesuai dengan tujuan yaitu memberikan produksi susu yang tinggi dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, maka diperlukan perencanaan yang matang sebelum memulai membudidayakan peternakan sapi perah.
Suatu usaha yang didasarkan pada rencana sebelumnya, hasilnya akan lebih baik dibandingkan dengan usaha yang dilakukan tanpa ada rencana sebelumnya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat perencanaan sapi perah adalah sebagai berikut:
- Merintis Usaha
Sebelum memulai usaha kita harus menentukan titik awal atau latar belakang kita berusaha, apakah usaha kita merupakan pendirian usaha atau pengembangan usaha. Jika pendirian usaha, maka perencanaan akan dimulai dari awal, sedangkan jika pengembangan usaha, maka perencanaan usahanya merupakan perencanaan lanjutan. Persiapan dalam merintis usaha yaitu harus memperhatikan:
- Aspek Umum yang umumnya terdiri dari social, budaya, tanggapan masyarakat, dukungan pemerintah, dan lain-lain,
- Aspek Ekonomi, yaitu berkaitan dengan analisis usaha yang nantinya apakah usahanya akan menguntungkan atau sebaliknya memperoleh kerugian. Sehingga aspek ekonomi ini merupakan aspek yang vital dalam perencanaan usaha peternakan sapi perah,
- Aspek Teknis Operasional yaitu aspek yang terkait dengan teknis dan lingkungan. Tanpa adanya aspek ini, maka produksi tidak dapat dihasilkan. Untuk memperoleh usaha yang menguntungkan, maka harus dimulai dari aspek teknis yang baik dan berkualitas.
- Rencana Kerja Usaha
Rencana kerja disusun setelah ada ide merintis usaha. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan dalam awal usaha yang dilakukan. Rencana kerja dapat dibagi kedalam lima bagian, yaitu:
- Maksud dan tujuan usaha
Usaha peternakan sapi perah dijalankan sebagai usaha produksi susu saja atau ditambah dengan usaha pembibitan sapi perah. Kejelasan maksud dan tujuan akan memudahkan dalam kelanjutan usaha kedepannya.
- Ternak yang akan diusahakan
Ternak yang diusahakan akan menggunakan jenis ternak tertentu, kemudian jenis kelamin tertentu dan harus dipastikan jumlah awal ternaknya berapa banyak atau jika pengembangan maka penambahan ternaknya harus diperhatikan berapa banyak.
- Kandang dan Gudang
Hal ini disesuaikan dengan rintisan usaha, apakah akan membuat bangunan awal atau membuat bangunan tambahan.
- Pakan
Pakannya harus dipantau ketersediaannya, sehingga terjadi kontinyuitas penyediaan pakan. Maka ternak dapat tercukupi kebutuhan pakannya baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
- Pasar
Usaha ternaknya harus mempunyai pasar yang baik. Jika pasarnya kurang baik, meskipun produksinya tinggi dan baik maka susu atau pedet tidak dapat dijual dan hal ini akan menyebabkan kerugian pada usaha peternakan sapi perah.
- Rencana Penggunaan Modal
Rencana penggunaan modal juga merupakan aspek yang memiliki peran vital dalam usaha, karena tanpa modal usaha hanya akan menjadi rencana saja dan tidak adapat diaplikasikan. Modal usaha yang harus dikeluarkan dalam menyusun rencana usaha peternakan sapi perah yaitu:
- Investasi
- Kandang
- Gudang
- Perumahan
- Peralatan pemerahan
- Peralatan teknis pemeliharaan
- Biaya Tetap
- Sapi betina (Laktasi dan kering kandang)
- Sapi jantan
- Pedet betina
- Pedet jantan
- Biaya Operasional
- Pakan (Hijauan dan konsentrat)
- Gaji karyawan
- Obat-obatan
- Penyusutan bangunan dan peralatan
- Listrik
- Penyusutan kematian ternak (sekitar 4-5 %)
- Pajak
- Biaya lain-lain.
- Perkembangbiakan ideal sapi perah
Sebelum memulai usaha, peternak atau pengusaha harus mengetahui perkembangbiakan sapi perah. Beberapa hal yang harus diketahui dan diperhatikan adalah sebagai berikut:
- Lama kebuntingan 9 bulan
- Masa kering kandang 2 bulan
- Siklus birahi 21 hari
- Lama birahi 2 sampai 3 hari
- Umur afkir induk atau pejantan 8 sampai 9 tahun
- Pedet betina diberikan susu sampai umur 4 bulan
- Pedet jantan diberikan susu sampai umur 2 bulan
- Pedet jantan dapat dijual setelah umur 1,5 sampai 2 bulan
Langkah yang perlu dilakukan setelah usaha peternakan sapi perah berjalan adalah dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana target yang direncanakan tercapai. Sehingga dapat mengambil langkah preventif sebaliknya pengembangan pada usaha peternakan sapi perah. Hal ini tentu akan membantu mengurangi ketergantungan bangsa Indonesia akan impor susu. Siapa lagi yang akan membangun Indonesia jika bukan para penerus dan generasi bangsa.
Dari berbagai sumber.
Oleh:
Priyono, S.Pt
Alumnus Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
Mahasiswa Magister Ilmu Ternak Universitas Diponegoro
Langganan:
Postingan (Atom)